Selasa 16 Nov 2021 15:30 WIB

Diksi 'Pencegahan' Diusulkan Masuk Dalam RUU TPKS

Panja menargetkan draf RUU TPKS disahkan pada 25 November 2021.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR membaca draf awal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual saat rapat pleno Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/8/2021). Rapat pleno tersebut menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penghapusan kekerasan seksual.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR membaca draf awal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual saat rapat pleno Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/8/2021). Rapat pleno tersebut menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penghapusan kekerasan seksual.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR My Esti Wijayati mengusulkan agar judul rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ditambahkan diksi 'pencegahan'. Pencegahan diusulkan menjadi esensi dari hadirnya undang-undang terkait kekerasan seksual tersebut.

"Memang kami usulkan judulnya ditambah kata pencegahan. Karena itu esensi yang memang kita harapkan kekerasan seksual nanti kita atasi terlebih dahulu supaya tidak meningkat jumlahnya," ujar Esti dalam rapat panitia kerja RUU TPKS, Selasa (16/11).

Baca Juga

Esti juga mengusulkan bab pencegahan kekerasan seksual berada di bagian awal RUU TPKS. Ia meminta pencegahan berada sebelum bab penanganan tindak pidana kekerasan seksual.

Namun, ia berharap usulan menambahkan diksi pencegahan diharapkan tidak memperlambat proses menyelesaikan draf RUU TPKS menjadi inisiatif DPR RI. Harapannya, dapat diselesaikan pada tahun ini.

"Jadi yang perlu kita garisbawahi bahwa seluruh proses di Baleg memang kita upayakan percepatan supaya rancangan undang-undang ini menjadi hak inisiatif DPR RI," ujar Esti.

Tim ahli Baleg DPR menjelaskan, rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) disusun untuk menjawab kegelisahan para korban kekerasan seksual. Khususnya dalam memperoleh keadilan.

"Untuk menjawab aspirasi masyarakat karena banyak korban kekerasan seksual yang kesulitan memperoleh keadilan dan malah mengalami kekerasan berikutnya. Bahkan stigma yang seharusnya tidak perlu mereka alami," ujar tim ahli Baleg Raisah Suarni.

Ia menjelaskan, ada dua alasan mengapa korban kekerasan seksual sulit mendapatkan keadilan yang layak. Pertama, undang-undang yang ada saat ini sangat terbatas dalam mengatur kekerasan seksual.

"Sehingga ada banyak jenis kekerasan yang tidak dapat diproses oleh penegak hukum," ujar Raisah.

Kedua, hukum acara yang tidak berpihak kepada korban. Ia menjelaskan fakta empiris yang ditemukan, sering sekali terjadi viktimasi berikutnya dalam proses penyidikan dan pemeriksaan. "Serta pembuktian yang menyulitkan korban yang sejatinya menderita dan mengalami trauma," ujar Raisah.

Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya, mengaku penyusunan naskah RUU TPKS sudah hampir rampung. Willy targetkan draf RUU TPKS akan disahkan 25 November. "Kami akan putuskan di Baleg pada 25 November," kata Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/11).

Setelah ditetapkan, draf hasil penyusunan akan dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat. Wakil Ketua Baleg mengatakan RUU TPKS akan ditetapkan sebagai inisiatif DPR. "Iya sebagai inisiatif DPR," ujarnya.

Willy mengaku juga sudah komunikasi dengan pemerintah sejak awal. Ia berharap kehadiran RUU TPKS dapat menjawab keresahan publik selama ini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement