Kamis 01 Sep 2022 06:17 WIB

Wawalkot Bogor Sampaikan Catatan Evaluasi Bencana di Kota Bogor

Pemkot Bogor akan memprioritaskan daerah mana saja yang akan mendapat bantuan.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dari total 37 kejadian bencana alam di Kota Bogor pada Senin (29/8), ada beberapa wilayah yang diterjang banjir lintasan akibat penyempitan drainase, dan tumpukan sampah. Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, mengatakan, hasil evaluasi kejadian bencana yang terjadi di Kota Bogor memberikan beberapa catatan.

Pertama, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tengah berkoordinasi mengenai pengalokasian bantuan kebencanaan melalui biaya tidak terduga (BTT). "Kita koordinasikan prioritas-priorotasnya mana saja yang akan segera mendapatkan bantuan kebencanaan, (saat ini sedang) diinventarisir," kata Dedie, Rabu (31/8).

Kedua, pihaknya juga tengah memetakan prioritas apa saja yang harus dilaksanakan ke depan. Mulai pemulihan drainase, pembangunan turap, atau mengusulkan adanya pembongkaran bangunan yang menutup saluran air dan drainase.

 

photo
Sejumlah guru dan pegawai sekolah membersihkan meja dan kursi yang basah pasca banjir di SMK Nusantara, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (31/8/2022). Hujan deras dengan intensitas tinggi pada Senin (29/8/2022) tersebut mengakibatkan banjir luapan sungai Ciluar di empat sekolah di Kota Bogor sehingga kegiatan belajar mengajar diliburkan untuk sementara waktu. - (ANTARA/Arif Firmansyah)

 

Terakhir, Dedie juga menyampaikan kejadian bencana yang terjadi belakangan juga disertaj dengan intensitas hujan yang tinggi. Sementara daya tampung saluran saat ini sudah tidak memadai, salah satunya dikarenakan penyempitan dan tumpukan sampah.

Ia pun mengimbau, kepada masyarakat agar mengantisipasi kejadian bencana lantaran curah hujan yang masih tinggi. Serta untuk tidak mendirikan bangunan yang melebihi batas dari saluran air, atau tebing sungai.

Sebab, kata dia, hingga saat ini kejadian yang belum bisa ditindaklanjuti ialah turap roboh karena di atasnya ada bangunan atau rumah. Seharusnya, setiap warga yang mendirikan bangunan di sisi turap seharusnya memberi jarak 5-15 meter.

"Selama ini ada turap, mereka bikin pondasi rumah di atas turap dan kemudian roboh, kemudian mereka minta direhabilitasi, kami tidak bisa mempriorotaskan itu karena permasalahan utamanya terjadi pelanggaran penempatan pondasi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement