Rabu 04 Jan 2023 11:38 WIB

KemenPPPA Pelototi Kasus Penculikan Malika

KemenPPPA telah memberikan akses pendampingan terhadap korban dan keluarganya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.
Foto: Pribadi
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penculikan Malika yang berusia 6 tahun di Kelurahan Gunung Sahari, Jakarta Pusat menjadi perhatian serius Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). KemenPPPA telah memberikan akses pendampingan terhadap korban dan keluarganya.

Malika telah ditemukan pada Senin (2/1) malam. Kini Malika menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Kramat Jati. 

Baca Juga

"Seluruh pihak harus memastikan upaya perlindungan anak bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ancaman yang berdampak lebih buruk bisa kita hindari. Alhamdulillah korban dalam kondisi selamat dan mudah-mudahan tidak berdampak jangka panjang," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam keterangan pers, Rabu (4/1).

Nahar menyebut, penyelamatan ini patut diapresiasi. Hal ini mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap pihak-pihak yang berniat jahat kepada anak-anak Indonesia. 

"Kami juga terus mendorong pihak kepolisian untuk menangani kejahatan-kejahatan terhadap anak secara tuntas dan tanpa pandang bulu," ujar Nahar. 

Nahar menjelaskan, terdapat empat upaya yang harus dilakukan dalam penanganan kasus-kasus yang memiliki keterkaitan dengan perlindungan khusus anak, yaitu pengawasan, perlindungan, pencegahan, serta perawatan dan rehabilitasi. Ia berharap dengan belajar dari kasus ini, maka tidak terulang lagi kasus yang sama.

"Unsur pencegahannya juga harus diutamakan. Kami mohon kerja sama keluarga dan masyarakat untuk lebih sensitif lagi memahami adanya kemungkinan anak berada dalam ancaman penculik atau orang lain yang punya niat jahat," tutur Nahar.

Saat ini, pelaku dijerat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 330 ayat 2 dengan hukuman pidana penjara maksimal 9 tahun. Namun Nahar mendorong pihak kepolisian untuk melakukan pendalaman kasus tersebut dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. 

"Kami berharap apabila nantinya dalam proses perawatan dan pendalaman ditemukan adanya kekerasan, eksploitasi, atau persoalan lain yang bisa dikaitkan dengan pasal-pasal perlindungan anak, maka kami mohon penyidik bisa melakukan pendalaman terkait dengan ini,” kata Nahar.

KemenPPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement