Jumat 06 Jan 2023 13:38 WIB

Wakil Bupati Garut Soroti Persoalan Rutilahu

Wakil Bupati Garut mendorong kolaborasi dalam penanganan rutilahu.

Rep: Antara/ Red: Irfan Fitrat
Wakil Bupati Garut Helmi Budiman.
Foto: Diskominfo Garut
Wakil Bupati Garut Helmi Budiman.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT — Wakil Bupati Garut Helmi Budiman memastikan upaya penanganan rumah tidak layak huni (rutilahu) terus berjalan. Selain dari anggaran pemerintah kabupaten, program penanganan rutilahu juga ada dari berbagai sumber lainnya.

Persoalannya, menurut Helmi, kemampuan pemerintah dalam menangani rutilahu setiap tahun tidak sebanding dengan jumlah rumah yang dinilai perlu mendapatkan bantuan. Ia mengatakan, rutilahu yang dibantu hanya sekitar tiga ribu setiap tahun. “Data yang saya terima terakhir itu sebanyak 60 ribuan (rutilahu), yang terselesaikan rata-rata tiga ribuan,” kata dia di Garut, Kamis (5/1/2023).

Helmi menyebut jumlah rutilahu di Garut pun bertambah setiap tahunnya, dengan kondisi ketidaklayakan yang bervariasi. Ditambah lagi rumah yang terdampak bencana. “Rutilahu itu kita bantu, malah makin banyak,” ujarnya.

Helmi menjelaskan, program penanggulangan rutilahu di Garut mendapatkan perhatian dari banyak pihak. Tidak hanya pemerintah pusat melalui sejumlah kementerian, tapi juga dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ada pula program dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut pun mempunyai program penanganan rutilahu. Helmi mengatakan, ada juga sejumlah perusahaan swasta maupun pemerintah yang menyalurkan program tanggung jawab sosialnya (CSR) untuk membantu penanganan rutilahu. “Tahun ini juga sama ada,” kata Helmi.

Tahun ini, Helmi mengatakan, Pemkab Garut menyasar sekitar 442 rutilahu atau menargetkan penanganan satu rumah satu desa. Ia menjelaskan, bantuan yang diberikan Pemkab Garut hanya stimulan. Dana stimulannya pada 2022 sebesar Rp 15 juta, adapun tahun ini menjadi Rp 17 juta per rumah.

Sementara bantuan dari sumber lainnya, menurut Helmi, nilainya bervariasi. “Besarannya beda-beda. Dari pusat beda, provinsi beda, Kemensos (Kementerian Sosial) beda, dari PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) beda,” kata dia.

Menurut Helmi, dibutuhkan kolaborasi untuk penanganan rutilahu ini. Ia pun berharap pemerintah desa dan masyarakat dapat bergotong royong membantu perbaikan rumah warga yang dinilai tidak layak huni. “Kami dengan desa, desa bagaimana kita pikirkan pemeliharaan. Sebenarnya kan tanggung jawab dari kepala keluarga. Cuma, ketika kepala keluarganya disebut miskin, nah ini kan yang kita bantu. Kalau mampu, ya sendiri,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement