Jumat 19 May 2023 12:42 WIB

Cerita Mak Mutiroh: Calhaj Usia 103 Tahun dari Tasikmalaya yang Semangat ke Tanah Suci

Mutiroh bersama suaminya menjual sawah dan kolam ikan untuk bisa mendaftar haji.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Irfan Fitrat
Mutiroh (103 tahun), calon jamaah haji (calhaj) tertua asal Kabupaten Tasikmalaya, saat ditemui di rumahnya, Kampung Kabandungan, Desa Pakalongan, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (18/5/2023).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Mutiroh (103 tahun), calon jamaah haji (calhaj) tertua asal Kabupaten Tasikmalaya, saat ditemui di rumahnya, Kampung Kabandungan, Desa Pakalongan, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (18/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Tahun ini, Mutiroh akhirnya akan diberangkatkan ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Meskipun usianya sudah 103 tahun, calon jamaah haji (calhaj) asal Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, itu tetap bersemangat untuk menjalankan rukun Islam kelima yang menjadi cita-citanya sejak lama.

“Saya bahagia bisa berangkat. Alhamdulillah, masih sehat,” ujar Mak Mut, sapaan akrab Mutiroh, saat ditemui di rumahnya di Kampung Kabandungan, Desa Pakalongan, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (18/5/2023).

Baca Juga

Mak Mut meyakini, dirinya siap untuk menunaikan ibadah haji. Ia mengaku sudah menjalani berbagai pemeriksaan kesehatan. Fisiknya masih dianggap kuat untuk ibadah di Tanah Suci.

Perempuan yang kini memiliki tujuh anak, 20 cucu, dan 14 cicit, itu pun tak banyak memiliki kekhawatiran. 

Meski tak ada keluarga yang mendampingi, ia yakin petugas haji dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tasikmalaya akan membimbingnya saat menjalani ibadah di Tanah Suci. “Nanti ada yang menuntun lansia dari kantor (Kemenag),” ujar Mak Mut.

Niat ibadah haji

Republika mengunjungi rumah Mak Mut di Kampung Kabandungan pada Kamis (18/5/2023). Rumahnya tampak sederhana, berdinding kayu, dan tidak ada gerbang di depannya.

Di rumah itu, Mak Mut tinggal seorang diri. Suaminya meninggal pada 2017. Namun, anak-anak Mak Mut juga tinggal di kampung itu sehingga ketika malam perempuan kelahiran Februari 1920 itu tidur di rumah anaknya.

Keseharian Mak Mut kini lebih banyak di rumah. Akan tetapi, ia masih sering ikut pengajian yang ada di sekitar kampungnya.

Mak Mut menceritakan, keinginannya untuk menunaikan ibadah haji sudah lama muncul. Namun, baru sekitar 13 tahun lalu ia bersama suaminya memantapkan niat untuk bisa berangkat ke Tanah Suci. 

Untuk mewujudkan niatnya, salah satu upaya pasangan suami istri tersebut menjual sawah dan kolam ikan. Hasil penjualan aset itu digunakan untuk mendaftar haji pada 2017. “Saya daftar bersama suami,” kata Mak Mut.

Tak sampai setahun usai mendaftar haji, suami Mak Mut meninggal dunia. Uang pendaftaran haji suaminya dikembalikan karena keluarganya memilih jatah itu tak diwariskan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement