Kamis 22 Jun 2023 00:16 WIB

Pembubaran Al-Zaytun, Dikaji

Dengan berbagai penyimpangan ajaran di Al-Zaytun, tak cukup hanya memberi teguran.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah.
Foto: MUI
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengkaji opsi dorongan pembubaran atau pencabutan izin Mahad Al-Zaytun kepada pemerintah. Namun, jika dianggap cukup menegakkan hukum terhadap personal pimpinannya saja yakni Panji Gumilang, maka pembubaran tak perlu dilakukan dan hanya perlu melakukan pembinaan oleh pemerintah.

“Itu (dorongan pembubaran atau pencabutan izin Al-Zaytun) nanti dianalisis, semuanya akan dikaji,” ujar Wakil Sekjen Bidang Hukum dan HAM MUI, Ikhsan Abdullah, usai rapat membahas perkembangan isu aktual terkait dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2023).

Baca Juga

 

photo
Sejumlah kiai dan tokoh di Tasikmalaya menyatakan sikap atas polemik Panji Gumilang sebagai pimpinan Ponpes Al Zaytun, di Ponpes Al Muzanni, Kota Tasikmalaya, Rabu (21/6/2023). - (Republika/Bayu Adji P)

 

Pria yang juga merupakan staf khusus wakil presiden itu menjelaskan, jika penegakkan hukum terhadap personal Panji saja sudah cukup, maka yayasan dan pendidikan di dalamnya akan dibina. Di mana, yayasan akan dilakukan penggantian pengurus dengan penyaringan ketat dan pendidikannya akan dibina oleh Kementerian Agama dan MUI.

“Yayasan dan pendidikannya dilakukan mungkin penggantian pengurus, screening lagi. Karena menyangkut banyak orang yang bekerja dan sebagainya tetap berlanjut. Pendidikannya kemudian nanti dibina dengan Kemenag dan MUI,” ujar dia.

Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali, mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma'had Al Zaytun. Dia mengatakan, dengan berbagai penyimpangan ajaran di Mahad Al-Zaytun serta adanya keterkaitan dengan NII KW 9, pemerintah tidak cukup untuk memberikan teguran. Tetapi, menurut dia, pemerintah juga harus secepatnya mengambil tindakan membubarkan.

"Jadi apa lagi yang mau ditunggu pemerintah. Mengapa ada negara di dalam negara ini dibiarkan. HTI yang punya pemikiran tentang khilafah sudah dibubarkan, FPI juga dibubarkan, loh kok ini Al Zaytun dia jelas punya struktur pemerintahannya sendiri, dibiarkan," kata kiai Athian kepada Republika.co.id pada Sabtu (17/6/2023).

 

photo
Pesantrena Al-Zaytun, di Indramayu, Jawa Barat. - (wiralodra.com)

 

Kiai Athian melihat adanya saling lempar dan menunggu di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan aparat dalam menyelesaikan persoalan Al Zaytun. Hal tersebut menurutnya justru semakin menimbulkan banyak pertanyaan dan kecurigaan di tengah masyarakat.

Athian mengatakan, selama 22 tahun, Al Zaytun dengan leluasa menyesatkan umat. FUUI bahkan mencatat ada sebanyak 151 ribu masyarakat dari berbagai daerah yang pernah bergabung dengan NII KW 9 yang berbasis di Al Zaytun.

Kebanyakan adalah buruh, karyawan, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Bahkan menurutnya banyak mahasiswa yang pernah masuk menjadi anggota NII KW 9 tak bisa melanjutkan studinya lantaran biaya kuliah justru disetorkan sebagai iuran wajib kepada Al Zaytun. 

"Sekarang setelah 22 tahun terakhir ini kita kan tidak pantau lagi, berapa yang mereka rekrut. Jadi apa yang ditunggu lagi oleh pemerintah. MUI kan sudah investigasi, hasilnya bahwa jelas ada hubungan antara Al Zaytun dengan NII KW 9, bahan yang memimpin Al Zaytun itu adalah Presidennya NII KW 9," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement