REPUBLIKA.CO.ID, GARUT — Bupati Garut Rudy Gunawan memantau langsung dampak kekeringan terhadap lahan pertanian di daerahnya. Sejauh ini dilaporkan ada sekitar 620 hektare lahan pertanian di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang terdampak kekeringan.
Lahan terdampak kekeringan itu dari total 22 ribu hektare lahan pertanian di Kabupaten Garut yang sudah ditanami. Bupati mengatakan, lahan pertanian terdampak kekeringan ini tersebar di sejumlah wilayah. Diharapkan dampak kekeringan tidak meluas. “Mudah-mudahan ya hujan segera turun,” kata dia, dalam siaran pers Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, Jumat (29/9/2023).
Pemkab Garut sempat menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan dua kali, yang masing-masing berlaku 14 hari. Setelahnya, pemkab menetapkan masa transisi bencana kekeringan, yang diberlakukan hingga 31 Oktober 2023.
Pada masa transisi ini, Bupati mengatakan, upaya penyelamatan sekitar 22 ribu hektare lahan pertanian menjadi salah satu prioritas. Pemkab mengupayakan lahan pertanian mendapat pasokan air memadai, sehingga tanamannya bisa terus hidup hingga nantinya dipanen.
Saat mengunjungi wilayah Kecamatan Cisompet, Bupati menyebut masih ada sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian warga. Tanaman padinya juga disebut masih tumbuh dengan baik.
“Kita fokus ke arah bagaimana menyelamatkan, tidak jadi puso. Saya mohon informasi yang seluas-luasnya mengenai hal yang berhubungan dengan kekeringan, terutama tanaman-tanaman padi,” kata Bupati.
Bupati mengajak semua pihak bergotong royong dalam menghadapi masalah kekeringan. “Bergotong royong menyelesaikan masalah itu adalah jauh lebih baik daripada kita berdebat satu sama lain saling menyalahkan. Karena ini adalah musim kemarau. Kebetulan kemarau sekarang ini adalah kemarau panjang. Kita selesaikan masalah dengan serius,” kata Bupati.