REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- BPJS Ketenagakerjaan Jawa Barat (Jabar), terus berupaya menambah kepesertaan agar semua pekerja bisa terlindungi. Menurut Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Barat Romie Erfianto, saat ini pekerja di Jabar yang sudah terlindungi BPJS Katenagakerjaan atau BP Jamsostek, baru 31,85 persen atau sekitar 5,3 juta pekerja dari sekitar 16 juta pekerja yang ada di Indonesia.
"Tahun depan, kami menargetkan jumlah pekerja yang dilindungi BP Jamsostek ini bisa 70 persen," ujar Romie kepada wartawan, Kamis (21/12/2023).
Untuk mencapai target tersebut, kata dia, tentu tak bisa sendiri. Karena, itu pihaknya bekerja sama dengan semua pihak termasuk serikat pekerja, Apindo. Serta, mendapat penguatan regulasi dari Pemprov Jabar.
"Saat ini, Jabar satu-satunya yang punya Perda No 5/2023 tentang optimalisasi program BPJS Tenaga Kerja," katanya.
Romie menjelaskan, selain mendorong kepala daerah agar ikut mendorong semua pekerja terlindungi BP Jamsostek, pihaknya pun memiliki strategi untuk mencapai target 70 persen pada 2024.
Melalui stretegi tersebut, kata dia, pihaknya menargetkan penerima upah yang menjadi peserta pada 2024 sebanyak 1,1 juta. Sedangkan target pekerja bukan penerima upah yang menjadi peserta dari 700 ribu menjadi 1 juta di 2024.
"Ini target angka yang menantang maka saya terus berkomunikasi dengan kepala daerah. Kan regulasi sudah settle tinggal melaksanakannya," katanya.
Kedua, kata dia, memberi literasi pada kepala daerah terkait pentingnya pekerja rentan untuk dilindungi. Strategi lainnya, kata dia, pihaknya akan memulai dari desa. Di Jabar, ada sekitar 5.312. Ia berharap, di setiap desa ada 100 pekerja desa yang dilindungi BP Jamsostek.
Kemudian, kata dia, pihaknya menargetkan UMKM di Jabar yang jumlahnya cukup besar serta petani milenial. Selain menggunakan anggaran APBN dan APBD, untuk mendorong kepesertaan BP Jamsostek ini bisa menggunakan dana bagi hasil tembakau. Misalnya, bisa dialokasikan untuk petani tembakau di Garut, Subang, dan lainnya.
"Dana bagi hasil cukai tembakau, sawit, bisa digunakan untuk memfasilitasi pekerja rentan," katanya.
Strategi berikutnya, kata dia, membangun literasi dengan akademisi seperti Unpar. Bahkan, ada silabus kurikulum soal jaminan sosial.
"Kami pun mendorong tingkat kepatuhan para pengusaha agar hak-hak pekerja tidak hilang," katanya.