REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Viral di media sosial, sejumlah remaja putri mengolok-olok anak-anak Palestina yang menjadi korban genosida yang dilakukan Zionis Israel. Ustazah Amalina Rakhmani Syadid pun menanggapi hal ini.
"Miris sebenarnya ya kalau melihat sikap mereka, setelah seluruh dunia telah ramai-ramai berjuang membela Palestina dengan berbagai macam upaya, sampai aksi boikot," ujar Ustazah Amalina yang juga Pegiat Perempuan Cinta Keluarga (Percik) kepada Republika, Kamis (13/6/2024).
Di Medsos, para remaja putri tersebut di sebuah restoran cepat saji sambi makan secara bergantian mengatakan, "Ini tulang anak Palestina, ini darah anak Palestina, ini daging anak Palestina." Kemudian mereka tertawa menganggap semuanya lucu.
Menanggapi hal itu, Ustazah Amalina mengatakan, telah nyata fakta-fakta tentang penderitaan rakyat Palestina yang memilukan. Tapi masih ada juga yang menghina dengan lelucon seperti itu. "Apalagi para remaja itukan wanita ya, jika mereka punya sedikit saja rasa empati harusnya mereka dapat merasakan penderitaan sesama wanita di Gaza, Palestina," kata Ustazah Amalina.
Ustazah Amalina mengatakan, bagaimana wanita Palestina kesulitan dan kesakitan saat menstruasi karena keterbatasan air dan sanitasi. Bagaimana wanita Palestina harus menderita saat hamil dan melahirkan dengan peralatan seadanya.
"Jika dalam kondisi normal saja wanita akan tetap kesakitan saat mengalami kondisi-kondisi tersebut apalagi para wanita Palestina yang dalam kondisi terjajah dan serba terbatas," katanya.
Ustazah Amalina pun mempertanyakan, tidakkah wanita remaja tersebut merasakan penderitaan wanita di Gaza, Palestina. Minimal jika tidak mau mendukung rakyat Palestina untuk merdeka dan mendapatkan haknya, ya tidak perlu mengolok-olok Palestina.
"Kalau sudah di tahap merendahkan berarti sudah tidak ada lagi empati pada diri mereka, empati itukan karakteristik dasar manusia," kata Ustazah Amalina.
Sebagaimana diketahui, banyak wanita dan anak-anak yang menjadi korban genosida yang dilakukan Zionis Israel. Banyak ibu kehilangan anaknya, banyak anak kehilangan ibunya.
Ustazah Amalina menambahkan, mereka sedang di fase remaja. Remaja masuk kategori pemuda yang harusnya punya semangat dan idealisme tinggi terhadap prinsip-prinsip kebenaran. Sayangnya, remaja justru tenggelam pada praktik-praktik hedonisme dan narsisme. Mereka mencari perhatian, bahkan sulit sekali mereka membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
"Ini menunjukkan bagaimana kualitas pendidikan yang mereka terima, belum menyasar sampai perilaku yang terdidik maupun karakter yang terdidik. Sudahkah pendidikan yang mereka terima mengajarkan empati dengan serius? Sudahkah pendidikan yang mereka terima mengajarkan konsekuensi atas suatu tindakan," kata Ustazah Amalina.
Ustazah Amalina menegaskan, tentu pendidikan di sini tidak terbatas pada sekolah. Namun juga pendidikan dari orangtua ataupun keluarga. Keduanya punya peran untuk membentuk lingkungan pergaulan yang positif bagi remaja, terutama orang tua.
"Tentu sikap para remaja itu tidak muncul tiba-tiba, ini hasil dari pola asuh, pendidikan dan pergaulan di sekeliling mereka," kata Ustazah Amalina.