REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) mengakui masih menemukan kelemahan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap upaya pencegahan bullying di program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Padahal, Unpad sudah memiliki tiga instrumen yang dibuat sejak tahun 2020 untuk pencegahan bullying.
"Kami merasa ada kelemahan dalam konteks monitoring dan evaluasi di ketiga perangkat," ujar Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Prof Yudi Mulyana Hidayat saat dihubungi, Senin (19/8/2024).
Sejak tahun 2020, kata Prof Yudi, pihaknya telah membuat sejumlah perangkat pencegahan dan penanganan bullying. Ia menyebut tim yang dibentuk pertama kali yaitu komisi anti bullying dan etika antara FK Unpad dan RSHS Bandung.
Namun, Prof Yudi mengatakan praktik bullying sudah terjadi jauh dari sebelumnya. Sehingga, perangkat yang ada belum efektif berjalan. Pihaknya juga membuat buku pedoman tentang sanksi bullying. "Buku pedoman menjadi acuan kepala departemen, program studi menindak residen yang melakukan bullying," katanya.
Selain itu, kata dia, setiap mahasiswa baru atau calon dokter spesialis harus menandatangani fakta integritas yang berisi 16 poin. Mayoritas isi fakta integritas yaitu tentang pencegahan anti bullying. "Artinya tiga perangkat dijalankan baik bullyng bisa diatasi dengan baik," katanya.
Ke depan, kata dia, pihaknya akan mendukung program pencegahan bullying hingga menyangkut pembiayaan. Pihaknya juga akan bekerja sama dengan Psikologi Unpad untuk memberikan trauma healing kepada para peserta didik yang mengalami bullying. "Semua tindakan itu memang konsisten memerangi bullying di dunia pendidikan, di dokter spesialis," kata dia.
Sebelumnya, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) telah memberikan sanksi berat kepada dosen pengajar yang melakukan bullying kepada residen yang tengah mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) bedah syaraf di RSHS Bandung. Selain itu, pemutusan studi kepada pelaku bullying dengan kategori berat berjumlah dua orang.