REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang ngotot melarang study tour di sekolah membuat perusahaan bus pariwisata di Kota Cimahi terpukul. Unit bus kini lebih sering terparkir di garasi dibandingkan mengantar wisatawan.
Seperti yang dialami PO Kaliptra Pesona Mandiri (KPM). Dampak larangan study tour sekolah di Jabar itu, membuat bos pariwisata yang dikelola perusahaan tersebut sepi order. Biasanya dalam sebulan, satu unit bus minimalnya bisa keluar garasi hingga 10 kali.
"Jauh drastis menurun. Di kami ada 13 unit, biasanya 80 persen itu keluar (ada order), sekarang turun jauh. Biasanya 10-15 kali keluar, sekarang 5 kali juga alhamdulilah," ujar Alex Firmansyah (24), perwakilan PO KPM, Senin (27/7/2025).
Kondisi saat ini, kata dia, lebih parah dibandingkan ketika pandemo COVID-19. Perusahaan bus pun saat ini sulit untuk mencari market lain karena kondisi ekonomi pun sedang tidak baik-baik saja. Sehingga kegiatan study tour anak sekolah menjadi harapan.
Kondisi itu diperparah dengan terus melemahnya kondisi ekonomi masyarakat. Contohnya, tak lagi banyak perusahaan yang menggelar family gathering, tak lagi banyak masyarakat menyewa bus untuk ziarah, apalagi keluarga yang liburan menggunakan bus.
"Ya kalau dibilang ganti marketnya jangan anak sekolah, sekarang ekonomi masyarakat lagi melemah. Family gathering sudah jarang. Biasanya ziarah ke Cirebon atau ke daerah lain juga sekarang sepi," kata Alex.
Alex mengaku, banyak berbincang dengan orang-orang yang terdampak kebijakan Dedi Mulyadi. Pelaku usaha restoran, penginapan, hingga sektor lainnya juga merasakan hal yang sama. Efek domino dari kebijakan tersebut membuat kehidupan mereka kini goyah.
"Misalnya ke Pangandaran, itu kan kami berhenti di rumah makan, ada penginapan, nah itu semua sekarang menjerit. Jangan yang di Pangandaran, di Pangalengan, Lembang, semua sama," kata Alex.
Alex menyebut aksi demo PO bus di Bandung beberapa hari lalu, merupakan buntut dari kekecewaan mereka pada Dedi Mulyadi yang tak pernah mau bertemu secara langsung.
"Ya sebelumnya kami sudah audiensi 2 kali, tapi semuanya juga diserahkan ke anak buahnya. Sementara kami inginnya langsung dengan Pak Dedi Mulyadi. Kami kecewa, makanya akhirnya demo seperti kemarin," katanya.
Menurut Alex, Dedi Mulyadi mesti lebih bijaksana dalam memutuskan sesuatu. Seperti kebijakan ini, alangkah baiknya ada solusi yang disiapkan demi menyelamatkan nasib pekerja pariwisata agar tak kehilangan pekerjaan.
"Oke, kita juga setuju, bagus (pelarangan study tour) karena niatnya ingin meringankan beban orang tua, supaya tidak ada oknum yang mencari keuntungan, tapi tolong jangan dihajar semuanya. Harus ada solusi dan pemikiran lebih bijak," katanya.
Seharusnya, kata dia, Dedi Mulyadi mau bertemu langsung dengan pelaku usaha. Jadi misalnya membolehkan study tour tapi jangan ada guru ikut campur. "Biar jadi urusan EO, orang tua, sama PO bus. Nanti disepakati biayanya jangan terlalu mahal, kalau ada yang tidak mampu selama ini kami dari PO bus suka kasih subsidi juga kok. Cuma hal-hal seperti itu enggak pernah kami umbar," paparnya.
Alex mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai cara untuk bertahan di bisnis ini. Namun jika tidak ada kebijakan dan solusi dari Dedi Mulyadi untuk masalah ini, bukan tidak mungkin mereka yang berkecimpung di sektor ini akan kehilangan mata pencahariannya. Sebab orderan bus pariwisata kini semakin sepi.
"Bahkan sekarang sopir-sopir sudah saya suruh cari kerjaan lain dulu, istilahnya asal dapur ngebul. Kasihan kalau di sini, enggak ada pendapatan karena PO juga sudah kesusahan. Kalau enggak ada solusi, mungkin kami akan gulung tikar," kata Alex.