REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Jawa Barat melakukan konsultasi ke Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, Rabu (15/10/2025). Konsultasi ini berkaitan dengan pembahasan Rancangan Perubahan atas Perda Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diusulkan dalam perubahan Program Pembentukan Perda (Propemperda) 2025.
Ketua Bapemperda DPRD Jabar, Sugianto Nangolah, menjelaskan konsultasi dilakukan untuk menyesuaikan ketentuan daerah dengan regulasi baru dari pemerintah pusat, khususnya terkait penyesuaian tarif pajak daerah. Menurutnya, kebijakan pajak harus disusun secara hati-hati agar tidak menambah beban masyarakat di tengah situasi ekonomi yang masih menantang.
“Kalau bicara pajak, kita harus berhati-hati. Jangan sampai justru menambah beban masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Karena pajak ini menyangkut langsung dengan daya beli dan kondisi ekonomi warga,” ujar Sugianto Rabu (15/10/25).
Ia menambahkan, kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat juga perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah. Sebab, penyesuaian fiskal tersebut akan berpengaruh pada kapasitas fiskal daerah dalam membiayai program pembangunan.
Sementara itu, Wakil Ketua Bapemperda DPRD Jabar, Daddy Rohanady, menuturkan bahwa perubahan Perda No. 9 Tahun 2023 menjadi penting karena banyak regulasi yang telah disesuaikan di tingkat pusat. Selain itu, penurunan dana bagi hasil dari pemerintah pusat sebesar Rp 2,4 triliun lebih turut berdampak pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat tahun 2026.
“Dampaknya besar sekali terhadap struktur APBD. Karena itu, kita perlu menata ulang sumber-sumber pendapatan daerah agar program kerja gubernur tetap bisa berjalan maksimal,” kata Daddy.
Menurut Daddy, salah satu upaya peningkatan pendapatan yang tengah dikaji adalah optimalisasi pajak air permukaan dan pajak air tanah dalam. Namun ia menegaskan, kebijakan tersebut harus tetap memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan fiskal daerah dan kemampuan dunia usaha.
“Pajak air permukaan dan air tanah dalam bisa menjadi salah satu opsi peningkatan pendapatan. Tapi tentu perlu perhitungan matang agar tidak memberatkan para pengusaha dan tetap menjaga iklim investasi di Jawa Barat,” ujarnya.