REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Gerakan budaya cinta pangan lokal yang didirikan di Bandung yaitu Indonesian Locavore Society (ILS), mendapatkan respon positif dari masyarakat Indonesia bahkan hingga ke Provinsi Papua. Menurut Penggerak ILS di Papua, Yerry A Nawipa, pihaknya merespon dan percaya ILS karena gerakan ini tak semata urusan perut. Tapi juga, mencakup urusan kesehatan, energi, dan regenerasi kepemimpinan.
“Saya khususnya ingin menjadikan Provinsi Papua Tengah sebagai pionir gerakan locavore. Desa-desa menjadi pusat pangan dan kebun obat, generasi muda tumbuh sehat dari tanahnya sendiri, dan koperasi menjadi motor ekonomi yang terintegrasi teknologi digital,” ujar Yerry dalam keterangan pers, Senin (24/11/2025).
Sebagaimana diketahui, ILS didirikan di Kota Bandung dengan inisiator merangkap Pembina yakni Syarif Bastaman, yang didampingi pembina lainnya seperti Erry Riyana Hardjapamekas (Wakil Ketua KPK 2003-2007). Kemudian juga bertindak sebagai pengawas Ayi Vivananda (Wakil Walikota Bandung 2008-2013 serta Ketua Umum Eep S. Maqdir (aktivis sosial di HKTI, MMS, Muslim Bikers United, dst). ILS didirikan, antara lain, berangkat dari keperihatinan kian meningkatnya impor pangan Indonesia terutama pada periode 2014-2024.
Menurut Yerry, berdasarkan pengalamannya kedaulatan pangan dan inovasi lokal bisa berjalan bersama. Dari kampung ke forum nasional, semangat Locavore adalah spirit bahwa tanah kita bukan hanya memberi makan, tetapi juga memberi daya hidup.
“Jadi, bagi saya, ILS adalah cara agar suara kampung dan gerakan Locavore dari Papua bisa ikut mewarnai percakapan nasional. Di Papua, saya melihat langsung bagaimana petani, nelayan, dan komunitas bisa melahirkan inovasi mulai dari fermentasi pakan lokal, kebun obat kampung, kebun pakan lokal, sampai ekosistem digital komunitas,” kata Yerry yang juga Wakil Ketua Kadin Kabupaten Mimika ini.
Oleh karena itu, kata dia, gerakan Locavore akan semakin menjembatani fakta kesenjangan pengetahuan di masyarakat Indonesia. Agar yang disebut 'pintar' tidak hanya terbatas di ruang akademik, tapi juga diakui dari kearifan lokal dan praktik lapangan.
Yerry mengatakan, ILS juga penting sebagai salah satu opsi menghadapi tantangan kekinian di Papua Tengah yakni minat driver komunitas yang terbatas, cashflow yang harus dijaga, hingga adopsi teknologi energi bersih yang masih mahal. Dari tantangan itu lahirlah inovasi modular, cara kerja bertahap, efisien, dan bisa disesuaikan kondisi kampung.