REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Bagir Manan mengusulkan upaya relaksasi atau pengenduran dalam penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sembari menunggu revisi regulasi itu. "Meskipun UU ITE masih berlaku apakah tidak mungkin kita adakan relaksasi sehingga lebih sesuai dengan harapan Presiden (Joko Widodo), lebih sesuai dengan harapan publik," kata Bagir Manan saat Diskusi Publik Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik di Yogyakarta, Kamis (18/3).
Menurut Bagir, relaksasi atau pengenduran perlu dilakukan karena faktanya dalam penerapan UU ITE, aspek hukum yang bersifat memaksa (dwigend recht) lebih dominan dibandingkan bersifat mengatur. Substansi UU ITE yang bertujuan mengatur bagaimana semestinya arus informasi dan transaksi elektronik justru tidak banyak mendapat perhatian.
"50 persen atau paling tidak, tidak kurang 40 persen ketentuan-ketentuan dalam UU ITE ini justru mengatur hal-hal yang sifatnya sebagai aturan yang memaksa yang lazim pada hukum pidana," kata Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran ini.
Sementara, lanjut dia, di dalam UU ITE masih terdapat pasal-pasal karet atau dapat diinterpretasikan secara sepihak. Salah satunya mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik yang belakangan memunculkan aksi saling lapor.
Dengan penerapan demikian, UU tersebut, menurut Bagir, berpotensi mengganggu dasar-dasar bernegara, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, serta kebebasan informasi.Ia mengatakan pidato Presiden Joko Widodo yang mengutarakan niat untuk merevisi kembali UU ITE jika terbukti tidak bisa memberikan rasa keadilan patut diapresiasi karena memberikan angin segar perbaikan hukum di Indonesia.
"Ini sebetulnya kita sangat bergembira dengan pidato Presiden Joko Widodo. Sehari atau dua hari setelah Hari Pers Nasional beliau menyampaikan pidato yang meminta UU ITE ditinjau kembali," ujar Bagir.
Namun demikian, ia menyayangkan tim kajian UU ITE hanya melibatkan pejabat pemerintah, tanpa mengikutsertakan para pakar atau akademisi. Selain itu, revisi UU ITE juga belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2021 yang berarti revisi di DPR baru memungkinkan dilakukan pada 2022. "Berarti kita masih menunggu dan selama menunggu berarti UU ITE masih berlaku. Karena masih berlaku maka perlu pengenduran," kata dia.