Rabu 17 Nov 2021 14:12 WIB

Mogok Nasional Jadi Pelampiasan Kemarahan Buruh Soal UMP

Pemerintah mengakui rata-rata penyesuaian UMP 2022 sebesar 1,09 persen.

Rep: Febryan A, Arie Lukihardianti, Haura Hafizhah/ Red: Agus raharjo
Sejumlah demonstran membawa spanduk dan poster dalam aksi jalan kaki menuju Istana Merdeka di Jalan Salemba, Jakarta, Selasa (20/10/2020). Aksi gabungan buruh, petani, mahasiswa, dan pelajar yang dilakukan bersamaan dengan setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma
Foto:

KSPI diketahui menolak keras formula penetapan Upah Minimum Provinsi 2022, yang hanya menaikkan UMP sebesar 1,09 persen. Bagi KSPI, kebijakan upah murah ini jauh lebih buruk dibanding yang terjadi pada rezim Orde Baru-nya Soeharto. "Soeharto aja enggak melakukan ini di Orde Baru. Jahat sekali, jahat sekali para menteri ini," katanya.

Sebelumnya, Kemenaker telah melakukan perhitungan kenaikan UMP 2022. Besaran UMP 2022 tertinggi adalah DKI Jakarta, yakni Rp 4.453.724. Sedangkan UMP terendah adalah Jawa Tengah dengan besaran Rp 1.813.011.

Secara rata-rata nasional, UMP 2022 naik hanya sebesar 1,09 persen. Padahal, kelompok buruh menuntut kenaikan UMP 7-10 persen. Sebagai perbandingan, dalam lima tahun terakhir, Upah Minimum selalu naik di atas tiga persen. Periode 2017-2020, Upah Minimum selalu naik di angka delapan persen lebih. Sedangkan pada 2021, tepat ketika pandemi Covid-19 sedang menggila, Upah Minimum naik tiga persen lebih.

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI, Roy Jinto Ferianto, UU Cipta Kerja yang diuji secara formil dan materiil di Mahkamah Konstitusi belum ada putusannya. PP 36/2021 merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja. "UU nya sedang diuji, sehingga pemerintah harus menghormati proses hukum di MK dengan menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja," ujar Roy Jinto kepada wartawan, Rabu (17/11).

Ia mengatakan, termasuk peraturan turunannya harus menunggu sampai adanya putusan MK baik secara formil maupun materil. Kemudian, penetapan upah minimum berdasarkan PP 36/2021 menghilangkan hak buruh melalui dewan pengupahan untuk berunding. "Karena semua data-data sudah diputuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga fungsi Dewan Pengupahan hanya legitimasi dan mengamini saja," katanya.

Hal tersebut, kata dia, bertentangan dengan Konvensi ILO 98 tentang Hak Berunding Bersama dan juga KEPRES 107/2004 tentang Dewan Pengupahan, dalam PP 36/2021 mensyaratkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kabupaten kota tiga tahun terakhir. Padahal, tidak semua kabupaten kota menghitung dan merilis pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan tersebut.

Menurutnya, BPS menyatakan tidak mempunyai data-data yang dibutuhkan tiba-tiba muncul Surat Edaran (SE) Menaker RI tanggal 9 November 2021 mengenai data-data pertumbuhan ekonomi se-Indonesia. "Kami sangat meragukan data-data yang disampaikan Menaker tersebut, dalam sejarah pengupahan baru kali ini di Indonesia dalam penetapan Upah Minimum 2022 diatur mengenai ambang atas dan ambang bawah dalam penetapan upah minimum," ujarnya.

Roy Jinto menjelaskan, kalau penerapan ambang batas dan ambang bawah diterapkan, maka sudah dapat dipastikan upah buruh beberapa tahun kedepan tidak akan naik. Kalaupun naik, hanya berkisar Rp 18 ribu. "Oleh karena itu serikat pekerja/serikat buruh ditingkat nasional dan tingkat daerah sepakat untuk melakukan mogok daerah dan mogok nasional," katanya.

Selain itu, kata dia, buruh pun memberikan beberapa tuntutan. Pertama, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Cipta Kerja. Kedua, menetapkan Upah Minimum Tahun 2022 sebesar 10 persen. "Mogok akan kita lakukan sebelum penetapan Upah Minimum Tahun 2022," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement