Kamis 06 Jan 2022 18:06 WIB

Emil Ungkap 5 Masalah Penyebab Industri Kulit Garut Stagnan

Industri kerajinan kulit Garut berpotensi besar tapi tak banyak berkembang.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ilham Tirta
Sejumlah pekerja menjemur kulit sapi di industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut.
Foto: ANTARA/Candra Yanuarsyah
Sejumlah pekerja menjemur kulit sapi di industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil meninjau kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut, untuk melihat pengembangan industri kerajinan kulit di wilayah itu. Menurut dia, industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut memiliki potensi bisnis yang besar. Namun, selama ini industri itu justru tak banyak berkembang.

Menurut dia, terdapat lima masalah utama yang menyebabkan pengembangan industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut stagnan. Pertama, bahan baku untuk membuat kerjinan kulit masih belum layak untuk diekspor.

Baca Juga

"Bahannya ternyata tidak exportable. Karena saat diuji di laboratorium, kadar ini itu-nya tidak memadai," kata dia usai berbincang dengan para pelaku usaha kerajinan kulit di kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut, Kamis (6/1).

Permasalahan kedua, ia menyebut, desain produk kerajinan kulit di Sukaregang tak banyak inovasi. Menurut dia, desain untuk produk yang sama di beberapa toko kerajinan kulit hampir semua mirip.

Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, menilai, harus ada inovasi untuk mengembangkan desain produk kerajinan kulit. Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar akan membentuk lembaga yang bertugas mengembangkan tren desain produk kerajinan kulit.

"Kalau perajin kompak, setiap tahun akan ada tren berbeda. Tidak berulang terus. Jadi membuat trendsetter," kata dia.

Masalah ketiga, terdapat masalah limbah dalam postproduksi kerajinan kulit di Kabupaten Garut. Itu tentu menjadi faktor penyebab pencemaran lingkungan. "Kami akan cek. Katanya ada lima titik (pengolahan limbau), tapi tidak berfungsi," kata dia.

Masalah keempat adalah para pelaku usaha kerajinan kulit di kawasan Sukaregang masih kurang memahami bagaimana memasarkan produk secara digital. Mayoritas pelaku usaha masih menjual produknya secara konvensional.

Terkahir, kata Emil, para pelaku usaha harus mau menggunakan bahan dari limbah tumbuhan untuk membuat sebagian produknya. Bahan yang dimaksud adalah dari limbah kopi dan jamur untuk dijadikan kulit, yang menurut dia, saat ini sedang diminati merk fesyen dunia. "Semua (masalah) itu akan saya jawab setelah pulang dari sini," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement