Rabu 05 Jul 2023 15:00 WIB

Santri Al Zaytun Diajarkan Boleh Batal Puasa dan Diganti Dengan Uang Rp 25 Ribu

Banyak penyimpangan syariat lain terutama dalam pemaknaan ayat-ayat Alquran.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agus Yulianto
Pesantrena Al-Zaytun, di Indramayu, Jawa Barat.
Foto: wiralodra.com
Pesantrena Al-Zaytun, di Indramayu, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang relawan Muhammad Husein Gaza yang kini sedang menetap di Palestina, mengunggah video youtube berbagi kisah santriwati alumni Al Zaytun yang pernah mempraktikan penyimpangan Islam.

Husein yang mendapat pesan singkat di akun instagram membacakan cerita santriwati asal Yogjakarta. Dengan alasan privasi Husein enggan menyebut nama alumni tersebut disebut saja fulanah.

Namun, dia menceritakan, bahwa alumni itu merupakan santriwati angkatan tiga yang masuk tahun 2001 hingga 2007. Dia dimasukkan ke ponpes ini karena kesibukkan kedua orang tuanya, sehingga khawatir tidak bisa maksimal dalam menemani keseharian anaknya.

Dengan iming-iming menjadi hafidzah dan beasiswa ke luar negeri, kedua orang tuanya tertarik untuk memasukkannya ke Al Zaytun. Ujian masuknya pun tidak mudah karena harus menghafal juz 30.

Fulanah ini mengikuti perintah orang tuanya dan berpikir tidak akan diterima karena hafalannya tidak sampai seluruh 30 juz dihafalkan. Namun, ternyata sebanyak 2.500 santri yang mendaftar masuk seluruhnya.

"Saya bisa menyimpulkan bahwa syarat hafal juz 30 itu hanya formalitas saja,"ujar Fulanah.

Fulanah juga mengakui dalam hal akademik atau pendidikan, dia mendapatkan, hal yang umum. Tidak ada masalah dengan mata pelajaran di sekolah.

Hanya saja segala sesuatu hal yang dilakukan terkait dengan uang. Misal jika melanggar aturan, maka harus membayar denda dengan uang. Jika tidak ada uang, maka harus menghafal kosa kata bahas arab.

"Penyimpangan yang aneh lainnya adalah dibolehkan tidak berpuasa jika haus atau lapar, tetapi harus membayar uang sebesar Rp 25 ribu," tutur Fulanah.

Saat itu Fulanah di tingkat SMP, kebiasaan itu terbawa sampai rumah. Dan orang tua pun mengetahuinya bahwa saat dia batal puasa karena haus dia akan membayar. Tetapi, dia bingung kemana uang pengganti puasa itu dibayarkan.

Dari pengalaman itu, orang tuanya khawatir dan ingin dia berhenti sekolah di Al Zaytun. Namun, karena sedang di pertengahan dan khawatir tidak mendapat sekolah favorit, maka dia meneruskan sampai lulus SMA.

Fulanah kemudian melanjutkan kuliah di Jogjakarta. Keanehan semakin terjadi ketika bertemu teman sesama alumni yang masih belajar di Al Zaytun.

Teman Fulanah sangat membela Yahudi. Bahkan ketika ada unjuk rasa, Fulanah melihat temannya berada di Israel.

Setelah mendapat informasi ternyata, teman Fulanah ini telah melepas hijab, murtad san menikah dengan orang Yahudi. Bagi alumni Al Zaytun yang tak lagi belajar atau mengabdikan diri di sana tentu prihatin dengan keadaan teman yang murtad.

Tetapi mereka yang masih berada di lingkungan Al Zaytun, malah merasa senang dan mengucapkan selamat kepada murtadin tersebut. Dan masih banyak penyimpangan syariat lain terutama dalam pemaknaan ayat-ayat Alquran.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement