Sabtu 20 Jan 2024 12:46 WIB

Industri Pengolahan Daging Dinilai akan Terpengaruh Konflik Israel-Palestina

Industri pengolahan daging akan dihadapkan pada tantangan dunia yang semakin kompleks

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Arie Lukihardianti
Aktivitas pekerja mempersiapkan daging ikan tuna untuk kebutuhan ekspor di tempat pengolahan PT Yakin Pasifik Tuna, Banda Aceh, Aceh, Senin (2/8/2021).
Foto: ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
Aktivitas pekerja mempersiapkan daging ikan tuna untuk kebutuhan ekspor di tempat pengolahan PT Yakin Pasifik Tuna, Banda Aceh, Aceh, Senin (2/8/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, industri pengolahan daging merupakan salah satu yang dapat bertahan menghadapi tantangan global. Bahkan tetap mengalami pertumbuhan positif. 

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, tantangan ke depan akan semakin dinamis. Itu karena, kata dia, perubahan yang cepat menuntut industri terus berinovasi dan beradaptasi. Agar, tidak hanya bisa eksis tapi juga berkembang menjadi lebih baik sesuai tuntutan zaman.

Baca Juga

Ke depan, kata dia, industri makanan minuman termasuk pengolahan daging akan dihadapkan pada tantangan dunia yang semakin kompleks. Meliputi kondisi geopolitik karena perang antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang belum kunjung usai, penurunan pasokan pangan dan energi di pasar global, inflasi tinggi di beberapa negara maju, peningkatan tingkat bunga, hingga penurunan nilai tukar rupiah.

“Namun demikian, saya yakin kita dapat membalik tantangan-tantangan ini menjadi peluang,” ujarnya dalam keterangan resmi yang dilansir, Sabtu (20/1/2024). 

Berbagai peluang inovasi yang bisa dioptimalkan, sambung dia, terdapat di setiap rangkaian proses bisnis industri pengolahan daging, seperti optimalisasi layout dan alur proses produksi lebih efektif dan efisien, pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital untuk merancang ulang proses tradisional, manajemen persediaan stok di gudang, digitalisasi sistem monitoring energi, sistem operasi permesinan, dan sebagainya.

Guna menghadapi semakin cepatnya perkembangan teknologi dari tradisional menuju digitalisasi industri 4.0, diperlukan beragam langkah strategi adaptif. Tujuannya agar industri dapat bertahan serta berkembang lebih baik dan lebih cepat.  

“Industri perlu beradaptasi sesuai lima pilar industri 4.0, yaitu pilar manajemen dan organisasi, SDM dan budaya kerja, teknologi, produk dan layanan, serta sistem operasi di pabrik,” tutur dia. Para pelaku usaha diharapkan dapat melakukan inventarisasi beragam masalah yang dihadapi industri pengolahan daging beserta masukan solusi terkait masalah tersebut. 

Diskusi guna mencari solusi inovatif dan kolaboratif, kata Putu, diperlukan pula dalam hal ini. Kemenperin telah menyusun sejumlah kebijakan demi mendorong pertumbuhan industri pengolahan daging nasional, antara lain penyusunan neraca komoditas daging lembu, pembebasan bea masuk mesin untuk pengembangan industri, insentif fiskal seperti super deduction tax untuk penelitian dan pengembangan serta vokasi, serta insentif pajak dalam rangka pemulilhan ekonomi. 

Ada pula pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk industri terdampak Covid-19. Lalu menyusun kebijakan tarif melalui instrumen perdagangan dalam skema Free Trade Agreement (FTA).

Kemenperin juga mendorong dan memfasilitasi sertifikasi TKDN untuk peningkatan konsumsi produk dalam negeri melalui belanja pemerintah, serta memberikan instentif nonfiskal seperti penyusunan SNI produk olahan daging, bimbingan teknis, penerapan Industri 4.0, peningkatan kompetensi SDM melalui pelatihan, fasilitasi sertifikasi halal, serta akselerasi dan promosi untuk perluasan pasar dan jaringan bisnis. 

“Kemenperin mengundang para stakeholder industri pengolahan daging nasional untuk terus mengembangkan industri ini, mengingat masih besarnya potensi pasar di Indonesia dan global," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement