Senin 20 May 2024 19:14 WIB

Kasus Vina Kembali Viral, Dongkrak Jumlah Berita Hoaks Kasus Kriminal di Cirebon

Banyak akun dengan nama Egi, dipublikasikan oleh netizen.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Arie Lukihardianti
Ilustrasi Hoax
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Hoax

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON --- Kasus pembunuhan serta perkosaan yang menimpa Vina dan Muhammad Rizky atau Eky pada 2016, kembali viral setelah tayangnya film Vina : Sebelum 7 Hari. Kasus itupun mendapat sorotan luas karena adanya tiga pelaku yang masih buron sampai sekarang.

Di sisi lain, ramainya kembali pemberitaan soal kasus Vina itu juga ikut mendongkrak jumlah berita hoaks yang tersebar di Cirebon. Menurut Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Kabupaten Cirebon, Akhmad Rofahan, sejak kasus Vina kembali viral, jumlah berita hoaks di Cirebon meningkat 1.000 persen pada bulan ini.

Baca Juga

Pria yang juga menjadi pengurus Kabupaten Cirebon Saber Hoaks itu mengatakan, biasanya laporan atau identifikasi kasus hoaks di Cirebon hanya sekitar satu sampai tiga kasus setiap bulannya. Hoaks itupun lebih mengarah kepada unsur penipuan, seperti penyalahgunaan nomor telepon pejabat, atau lowongan pekerjaan yang fiktif dan merugikan masyarakat.

‘’Namun dalam dua pekan terakhir ini, hoaks di Cirebon didominasi dengan hoaks yang bersumber dari kasus kriminalitas,’’ ujar Rofahan, Senin (20/5/2024).

Selain kasus pembunuhan Vina, kata Rofahan, dalam waktu berdekatan juga ada dua kasus kriminalitas lainnya yang cukup menggegerkan masyarakat. Yakni, penemuan mayat di Desa Tegalgubug Lor dan penemuan mayat di kos Kedawung.

Rofahan mengungkapkan, tiga kasus itu memiliki andil cukup besar dalam meningkatnya informasi hoaks di Cirebon dalam dua pekan terakhir ini. Dia menyebut, hampir ada 40 informasi hoaks yang bersumber dari peristiwa di Kabupaten Cirebon, yang akhirnya tersebar di level lokal maupun nasional. ‘’Kasus penemuan mayat di Tegal Gubug, banyak info liar yang disebarkan oleh masyarakat, bahwa penyebabnya karena hamil dan dibunuh. Namun ternyata salah,’’ kata Rofahan.

Informasi hoaks yang paling banyak, kata Rofahan, bersumber dari kasus pembunuhan Vina yang terjadi pada tahun 2016 silam. Hal itu dikarenakan banyaknya masyarakat yang mengutarakan asumsinya melalui media sosial.

Fatalnya, asumsi-asumsi yang dipublikasikan itu, banyak yang dimakan mentah-mentah oleh netizen. Bahkan, asumsi itu kemudian dibagikan ulang, seakan-akan fakta. Tidak sedikit juga, netizen yang menggunakan ilmu cocokologi, untuk ikut berupaya mengungkap kasus itu. Hal tersebut, membuat banyak warga lainnya yang menjadi korban.

‘’Contohnya, banyak akun dengan nama Egi, dipublikasikan oleh netizen dan dianggap sebagai pelaku yang DPO,’’ ujar Rofahan.

Rofahan mengungkapkan, hal itu perlu segera diantisipasi. Pasalnya, kesalahan menunjukkan akun seseorang, bisa berakibat fatal, terutama bagi pemilik akun. Sehingga tidak sedikit juga pemilik akun menjadi sangat tertekan. ‘’Sekarang banyak orang harus klarifikasi, karena namanya dikaitkan dengan kasua Vina,’’ kata Rofahan.

Rofahan berharap kepada masyarakat untuk lebih bijak lagi dalam menyebarkan informasi. Hal itu agar penyebaran hoaks tidak terus terulang. Rofahan juga menyarankan untuk tidak menyebut nama orang, nama akun atau lainnya, jika hal tersebut masih berupa praduga yang belum tentu kebenarannya. ‘’Karena jika merasa dirugikan, bisa dilaporkan dengan menggunakan UU ITE,’’ kata Rofahan.

Rofahan juga mendorong Aparat Penegak Hukum (APH), untuk bisa segera mengungkap dan menyelesaikan kasus Vina agar tidak menjadi lebih liar. Pasalnya, salah satu cara untuk bisa menyelesaikan penyebaran hoaks adalah dengan adanya kepastian hukum atas kasus tersebut. ‘’Kalau masalah ini bisa selesai, saya yakin penyebaram hoaks ini akan segera mereda,’’ kata Rofahan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement