Senin 21 Jul 2025 16:55 WIB

Aktivis DEEP Indonesia Somasi Pemprov Jabar Soal Pencatutan Foto Tanpa Izin Berujung Doxing

Neni mengaku mendapatkan serangan digital yang sangat parah dan brutal.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nurhayati didampingi kuasa hukum memperlihatkan surat somasi untuk Pemprov Jabar, Senin (21/7/2025). Surat somasi tersebut berkaitan pemasangan fotonya tanpa izin di konten Diskominfo Jabar.
Foto: Edi Yusuf
Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nurhayati didampingi kuasa hukum memperlihatkan surat somasi untuk Pemprov Jabar, Senin (21/7/2025). Surat somasi tersebut berkaitan pemasangan fotonya tanpa izin di konten Diskominfo Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati resmi melayangkan somasi kepada Pemprov Jawa Barat (Jabar) terkait pencatutan fotonya tanpa izin di media sosial Instagram Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar. Akibatnya, Neni mengalami doxing mulai dari ancaman penyiksaan hingga pernyataan brutal.

Ikhwan Fahrojhi kuasa hukum Neni Nur Hayati dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan pihaknya menyampaikan somasi kepada Pemprov Jabar dan Dinas Kominfo Jabar terkait pencatutan foto tanpa izin yang berujung mengalami doxing. Peristiwa tersebut, bertolak belakang dengan upaya membangun ruang berekspresi.

Baca Juga

"Pada hari ini kami menyampaikan somasi kepada Pemprov Jabar dan juga kepada Dinas Kominfo Pemprov Jabar kaitannya dengan pemasangan foto tanpa izin di dalam konten terkait dengan klarifikasi atas statement dari Mbak Neni Nur Hayati," ujar Ikhwan di Gedung Sate, Senin (21/7/2025).

Ia menyebut pencatutan foto tanpa izin berujung doxing bertolak belakang dengan upaya membangun ruang menyampaikan pendapat dan kebebasan berekspresi. Ikhwan menyebut kliennya aktivis demokrasi yang sering menyuarakan isu demokratisasi dan tata pemerintahan yang baik.

"Teh Neni menyampaikan kritiknya dan itu tidak ditujukan kepada Pemprov Jabar secara spesifik melainkan ini ditujukan untuk semua kepala daerah terkait dengan pencitraan yang berlebihan dan penggunaan buzzer, menghire buzzer untuk pencitraan yang berlebihan tadi itu," katanya.

Ia mengatakan kliennya memberikan kritik konstruktif. Dengan adanya serangan doxing, termasuk peretasan media sosial akun kliennya merupakan bentuk upaya represi terhadap kebebasan berekspresi. "Somasi ini adalah kaitan dengan memasang wajah klien kami tanpa izin, itu pertama itu adalah bagian dari perlindungan data pribadi yang itu dilindungi dalam undang -undang dan pemasangan foto seperti itu memang dilarang oleh ketentuan undang -undang. Selain itu juga memicu adanya doxing yang tadi itu," kata dia.

Ia menyebut somasi bagian dari upaya persuasif yang dilakukan kepada Pemprov Jabar. Sekaligus pengingat kepada pemerintah untuk bertindak bijaksana dan tidak sembrono yang dapat merusak ruang kebebasan berekspresi dan pendapat. "Jadi kami berharap Pemprov Jawa Barat menyadari akan kekeliruannya dan memberikan, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka 1x5 hari," katanya.

Selanjutnya, kata dia, melakukan takedown konten di media sosial Diskominfo Jabar 2x24 jam.

Neni Nurhayati mengaku mendapatkan serangan digital yang sangat parah dan brutal. Bahkan ia mendapatkan ancaman penyiksaan hingga lainnya. "Ini bukan hanya permasalahan hate speech atau caci maki, itu saya sudah biasa tapi ini sudah sampai pada ancaman penyiksaan, apalagi ancaman nyawa. Itu yang menurut saya tidak bisa kemudian saya biarkan begitu saja," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement