REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Dampak larangan study tour oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi begitu mengganggu 'dapur' Muhammad Ridwan (45), salah seorang sopir bus pariwisata. Pendapatannya merosot tajam karena sepinya order bus pariwisata yang diperparah dengan melemahnya kondisi ekonomi saat ini.
Ridwan sedang berbaring lesu di bagasi bus yang biasa dikemudikannya di garasi PO Kaliptra Pesona Mandiri (KPM), Jalan HMS Mintaredja, Kota Cimahi, Jawa Barat, Senin (28/7/2025). Sopir asal Pangalengan, Kabupaten Bandung itu baru rehat usai membawa rombongan tadi malam, hal yang jarang dilakukannya usai kebijakan diterbitkan Dedi Mulyadi.
"Baru narik lagi tadi malam. Sekarang merosot, pengaruhnya besar banget (larangan study tour). Biasanya sebulan bisa 15-20 kali keluar, sekarang paling bisa jalan 2-3 kali. Sepi," ujar Ridwan.
Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap pendapatan yang harus disetorkan kepada istrinya di rumah. Dulu ketika study tour masih diperbolehkan dan kondisi ekonomi masih stabil, Ridwan bisa mengantongi Rp4.500.000-6.000.000 dalam sebulan jika diasumsikan mendapat bayaran Rp300.000 per hari dikalikan 15-20 hari.
Namun raihan pendapatan itu begitu sulit didapat dengan kondisi saat ini. Sebab, Ridwan lebih banyak 'menganggur' dan diam di rumah dibandingkan membawa wisatawan baik dari anak sekolah maupun wisatawan umum lainnya.
"Sekarang mah lebih banyak nganggur sama diam di rumah, dimarahin istri risikonya karena setoran berkurang drastis. Sedangkan kan kebutuhan enggak berkurang, malah naik. Saya anak 4," katanya.
Ridwan mengaku, tak bisa berbuat banyak menyikapi kondisi saat ini yang begitu berdampak terhadap perekonomian keluarganya. Di satu sisi, Ridwan tidak memiliki pekerjaan sampingan lainnya selain menjadi sopir yang sudah dilakoninya sejak puluhan tahun lalu agar 'dapurnya tetap ngebul'.
Ridwan yang begitu kecewa terhadap kebijakan Dedi Mulyadi ini hanya bisa berharap mantan Bupati Purwakarta itu bisa mencarikan solusi ditengah kegelisahan para sopir bus pariwisata. "Kebijakan ini merugikan pelaku pariwisata termasuk sopir dan sampai sekarang tidak ada solusinya. Kalau orderan sepi, otomatis pemasukan juga sepi. Sementara anak istri harus tetap dibiayain," katanya.
Alex Firmansyah (24), perwakilan PO KPM mengaku tak bisa berbuat banyak untuk membantu para kru seperti sopir dan kernetnya. Sebab, pesanan bus pariwisata saat ini memang begitu terdampak dengan adanya larangan study tour oleh Dedi Mulyadi.
"Jauh drastis menurun. Sopir sama kernet sekarang lebih banyak di rumah, mau gimana lagi. Kalau ada orderan baru dihubungi," kata Alex.
Kondisi saat ini, kata dia, bisa dibilang lebih parah dibandingkan ketika masa pandemi COVID-19. Saat itu, ada keringanan berupa relaksasi meskipun sempat ada larangan untuk beraktivitas. Berbeda dengan sekarang, aktivitas sudah dibebaskan namun orderan bus pariwisatanya justru sepi.
Pihaknya, kata Alex, sudah melakukan berbagai upaya untuk bertahan ditengah kondisi saat ini seperti dengan menjual aset. Namun jika tidak ada solusi, bukan tidak mungkin bus pariwisata yang dikelolanya tidak akan mengaspal lagi di kemudian hari. Alex berharap, Dedi Mulyadi memberikan solusi dari kebijakan pahit bagi pelaku bisnis pariwisata ini.
"Untungnya kita belum sampai jual unit alhamdulillah. Kalau enggak ada solusi, mungkin kami akan gulung tikar," kata Alex.