Sabtu 23 Aug 2025 16:32 WIB

Dedi Mulyadi Sebut BUMD di Jabar Banyak Rugi, Ini Penyebabnya

Dedi sangat mendukung upaya penegak hukum untuk penindakan berbagai peyimpangan

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
Foto: Edi Yusuf
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan keberadaan badan usaha milik daerah (BUMD) di Jawa Barat (Jabar) banyak yang mengalami kerugian serta dikelola dengan tidak baik. Ia pun menilai BUMD dikelola hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.

"Selama ini bicara BUMD itu banyak sekali tindakan-tindakan yang diindikasikan merugikan keuangan daerah. Kemudian aset-aset daerah menjadi tidak jelas kan hari ini terbukti sudah beberapa," ujar Dedi, merespons penangkapan petinggi PT Jasa Sarana oleh Kejari Sumedang belum lama ini.

Baca Juga

Dedi mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya penegak hukum untuk melakukan penindakan terhadap berbagai bentuk penyimpangan.  Dengan adanya BUMD yang terjerat kasus hukum, ia menyebut merugikan keuangan negara dan aset menjadi tidak jelas.

"Artinya bahwa memang BUMD yang di Jawa Barat ini selama ini dikelola secara tidak baik. Dan dikelola untuk kepentingan diri dan kelompoknya," kata dia.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang menetapkan dua petinggi PT Jasa Sarana BUMD Pemprov Jabar yaitu HM direktur utama periode 2019-2022 dan IS direktur utama periode 2022 hingga saat ini sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pajak tambang perusahaan. Total kerugian negara yang dialami mencapai Rp 3 miliar.

Kepala Kejari Sumedang Adi Purnama mengatakan telah menetapkan dua petinggi PT Jasa Sarana HM dan IS sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pajak tambang berdasarkan hasil penyidikan mulai dari alat bukti, keterangan saksi hingga ahli. Mereka berdua membayar pajak tidak sesuai aturan yang berlaku.

"Ditemukan indikasi kuat adanya penyalahgunaan penyimpangan pendapatan daerah pajak tambang oleh PT Jasa Sarana," kata dia, Kamis (21/8/2025).

Ia menyebut kedua tersangka membayar pajak tidak sesuai aturan. Selain itu, penambangan yang dilakukan tidak sesuai jenis komoditas material yaitu mineral logam dan bukan batuan (MBLB).

Adi mengatakan PT Jasa Sarana beroperasi di wilayah Paseh Sumedang dan memiliki izin di tahun 2019 sampai 2024. Pihaknya pun mendalami apakah terdapat keterlibatan unsur lainnya.

"Melakukan pembayaran pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan atau aturan yang berlaku dan tidak sesuai jenis komoditas material yang dilakukan penambangan mineral logam bukan batuan (MBLB)," kata dia.

Selain itu, Adi mengatakan mereka berdua menambang material yang tidak sesuai dengan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Total kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 3 miliar.

"Total sementara dari kerugian negara yang didapatkan dari hasil pemeriksaan tim penyidik adalah kurang lebih sebesar Rp 3 miliar," katanya.

Ia menambahkan kedua tersangka telah dilakukan penahanan. Kedua tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Serta Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement