Ahad 24 Aug 2025 20:17 WIB

Perdosni dan BPJS Kesehatan Dukung Layanan Neurologi, Tekankan Pencegahan Stroke

Data Kemenkes 2023 menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian kedua

Rep: Muhammad Taufik/ Red: Arie Lukihardianti
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD
Foto: Dok Republika
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, menegaskan komitmen lembaganya dalam mendukung layanan neurologi di Indonesia. Ia mengapresiasi peran para dokter saraf yang tergabung dalam Perdosni dalam upaya pencegahan stroke dan edukasi masyarakat.

“Ya bagus dengan upaya pencegahan itu peserta jangan sampai jatuh terkena stroke. Pola makan, gaya hidup, dan lingkungan sehat harus dijaga. Jangan sampai kita menyesal jatuh sakit lalu baru sadar pentingnya BPJS,” ujar Ali saat menghadiri Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Perdosni 2025 di Bandung, Sabtu (23/8/2025).

Baca Juga

Ali mengatakan, dari sisi sistem pembiayaan BPJS Kesehatan selalu menjaga prinsip keadilan dan ketepatan waktu. Sepanjang tidak ada klaim yang terpending karena kurangnya syarat administrasi, pembayaran ke rumah sakit diselesaikan maksimal 15 hari. Bahkan, BPJS menyalurkan uang muka demi menjaga keberlangsungan layanan. “Kalau ada keterlambatan, dokter bisa berdiskusi dengan direksi rumah sakit. Prinsipnya, BPJS selalu membayar tepat waktu kepada rumah sakit,” katanya.

Dukungan BPJS ini melengkapi pesan besar Mukernas PERDOSNI 2025 yang mengusung tema “Otak Sehat, Negara Kuat”. Ketua Umum PP Perdosni, Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N(K), MH, menegaskan bahwa kesehatan otak adalah pondasi utama dalam membangun sumber daya manusia tangguh dan berdaya saing tinggi.

Peningkatan angka penyakit otak dan saraf, seperti stroke, demensia, hingga epilepsi, disebut bisa menimbulkan beban besar bagi sistem kesehatan nasional. Data Kemenkes 2023 menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian kedua di Indonesia dan termasuk penyakit katastropik dengan beban biaya hingga Rp 5,2 triliun.

“Masalah kesehatan otak yang tidak ditangani dengan baik akan menghambat produktivitas dan menurunkan daya saing bangsa,” kata Dodik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement