REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Peneliti Gempa Bumi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Mudrik Rahmawan Daryono mengurai secara rinci mengenai Sesar Lembang yang bisa memicu gempa bumi. Sesar atau patahan itu membentang sepanjang 29 kilometer dari Cilengkrang, Kabupaten Bandung hingga Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Mudrik mengatakan, jika melihat siklusnya, Sesar Lembang sudah memasuki fase pelepasan energi. Dari penelitian yang sudah dilakukan, kata dia, siklusnya terjadi antara 170 sampai 670 tahun. Event gempa terakhir berdasarkan rekaman sedimentasi geologi terjadi pada abad ke-15.
"Jadi sudah 560 tahun hingga saat ini. Artinya sudah masuk rentang siklus ulang tahun gempa. Jadi bisa terjadi sekarang, bisa terjadi 100 tahun yang akan datang," ujar Mudrik di Lembang, Bandung Barat, Senin (25/8/2025).
Mudrik mengatakan, Sesar Lembang hanya memiliki satu segmen atau bagian yang bisa menghasilkan satu event gempa bumi. Namun berdasarkan hasil berbagai penelitian, kekuatan gempa buminya bisa mencapai magnitudo 7.
"Dampak terburuknya, magnitudo 7. BMKG sudah membuat skenario, hasilnya MMI 8 untuk wilayah Bandung Raya. Penyebab pastinya jelas tektonik. Itu hal wajar karena bumi terus bergerak, kemudian ada bagian bagian bumi koplingnya itu udah besar sehingga harus melepaskan energi," papar Mudrik.
Dengan potensi kekuatan maksimal itu, kata dia, dampak gempa dari Sesar Lembang akan terasa di semua wilayah Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Sehingga, kata dia, tanpa bermaksud membuat panik apalagi menakut-nakuti, namun upaya untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gempa bumi yang bersumber dari Sesar Lembang ini tentunya harus dilakukan semua elemen masyarakat dan pemerintah tentunya.
Menurutnya, rentetan gempa akibat Sesar Lembang yang mengguncang wilayah Kabupaten Bandung Barat bahkan getarannya hingga terasa ke Kota Cimahi sejak Juni hingga Agustus ini, tentu harus menjadi perhatian.
"Itu harus diwaspadai. Kita harus mempersiapkan diri, tahu apa yang harus dilakukan ketika berada di sekolah, rumah, kamar mandi, agar bisa melindungi diri dan keluarga," kata Mudrik.
Sementara menurut Direktur Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono, rentetan gempa bumi dari Sesar Lembang yang mengguncang belakangan ini dikhawatirkan sebagai fenomena fore shocks.
"Fenomena seperti ini yang dikhawatirkan adalah gempa pembuka (fore shocks). Saya tidak katakan peningkatan aktivitas ini akan memicu gempa kuat, karena belum dapat diprediksi kapan gempa besar akan terjadi. Tapi dari 3 tipe gempa, salah satu tipenya itu adalah gempa kuat yang didahului oleh aktivitas gempa pembuka," paparnya.
Daryono mengingatkan ancaman dampak Sesar Lembang. Mengacu pada peristiwa gempa Sesar Lembang di tahun 2011 lalu dengan magnitudo 3,3 namun mampu merusak ratusan rumah di Kampung Muril Rahayu, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, KBB.
"Itu juga akibat pergerakan Sesar Lembang Segmen Cimeta. Gempa ini magnitudonya kecil tapi merusak karena hiposenter gempanya dangkal, tanahnya lunak. Itu akan makin berdampak jika struktur bangunannya lemah," kata Daryono.