Kamis 09 Oct 2025 20:05 WIB

Tata Lingkungan, Jabar Harus Buat Perda Khusus Bopunjur-Bekarpur dan Kaji Ulang Perda KBU

Iswara turut menyoroti aktivitas tambang Galian C di Kabupaten Garut

Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat MQ Iswara
Foto: Dok Republika
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat MQ Iswara

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat MQ Iswara menilai Peraturan Daerah (Perda) KBU perlu dikaji ulang secara berkala, minimal setiap lima tahun. Hal ini dilakukan, untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi ekologi dan sosial di lapangan.

Iswara pun, menekankan perlunya Perda khusus yang mengatur kawasan strategis lain seperti Bogor–Puncak–Cianjur (Bopunjur) dan Bekasi–Karawang–Purwakarta (Bekarpur). Menurutnya, kedua kawasan ini menghadapi tekanan pembangunan yang serupa dengan KBU. "Memang harus ada regulasi yang mengatur. Dulu sudah ada Perpres no 6 th 2020, tapi itu lebih kepada kepentingan Pusat," ujar Iswara dalam PressTalk di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (9/10/2025).

Baca Juga

Iswara mencontohkan, Cianjur yang sebelumnya tidak pernah banjir, kini mulai terdampak. Fenomena itu, kata dia, menjadi sinyal perlunya pengendalian tata ruang berbasis kawasan. "Nah, saran saya memang itu memang harus ada regulasi yang khusus mengatur. Saya akan berbicara dengan teman-teman di Bapemperda di DPRD provinsi," katanya.

Namun, Iswara mengakui kalau proses penyusunan Perda tidak mudah. Ia berharap, rencana tersebut dapat diusulkan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2026. "(Karena) Bopunjur itu sudah kritis, kalau kita lihat, dulu di Cianjur kan tidak pernah banjir, juga di Bogor, tapi sekarang terjadi dan dampaknya juga ke Jakarta kebanjiran kan ," katanya.

Selain isu tata ruang, Iswara turut menyoroti aktivitas tambang Galian C di Kabupaten Garut yang dinilai tidak sesuai peruntukan ruang. Ia menilai, lokasi tambang yang berada di jalur wisata justru merusak estetika dan citra Garut sebagai destinasi unggulan Jawa Barat. “Memang jadi kurang indah kelihatannya. Baru masuk Garut, sudah disuguhkan dengan pemandangan gunung yang sedang ditambang. Untuk hal ini, masyarakat di sana dapat mengajukan ke DPRD (Garut), untuk ditinjau kembali,” kata Iswara.

Padahal, kata dia, kegiatan tambang semestinya tunduk pada Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan adanya izin lingkungan dan kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah. Jika tidak sesuai, kegiatan itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran tata ruang.

Iswara pun mengapresiasi langkah tegas Gubernur Dedi Mulyadi, dalam menata ulang tata ruang dan lingkungan hidup di Jawa Barat. Ia menilai, kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menekan potensi bencana ekologis yang kian meningkat akibat pembangunan tak terkendali di berbagai kawasan hijau di Jabar

“Kita tidak bisa mengembalikan kondisi lingkungan seperti dulu. Tapi yang bisa kita lakukan sekarang adalah meminimalisir penurunan kualitas lingkungan,” katanya.

Menurut Iswara, kebijakan penataan ruang yang dilakukan Pemprov Jabar sejalan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua regulasi tersebut menegaskan bahwa setiap pembangunan wajib memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Sebagai langkah awal, Iswara mengusulkan agar Pemprov Jabar melakukan moratorium terhadap penerbitan izin baru di Kawasan Bandung Utara (KBU). Kawasan ini disinyalir menjadi salah satu penyebab meningkatnya risiko bencana di wilayah Bandung Raya.

"Kedua, audit lingkungan harus dilakukan. Nah itu akan terdeteksi, apakah izin-izin yang kita berikan pelaksanaannya sudah sesuai, apakah kawasan terbuka hijaunya makin berkurang. Kan itu bisa jadi ukuran, apakah setelah dievaluasi ini kita izinkan kembali atau kita revisi dulu Perda KBU," katanya.

Iswara menegaskan, ketegasan Gubernur Dedi Mulyadi dalam menjaga tata ruang dan lingkungan hidup harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen — legislatif, eksekutif, dan masyarakat. “Ini yang harus segera kita benahi bersama,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement