Senin 13 Oct 2025 15:41 WIB

Hari Penglihatan Sedunia, SDF Beri Pelatihan Digital Marketing for The Blind pada Difabel Netra

Keterbatasan penglihatan tak menghambat para difabel netra untuk meraih keberhasilan

Talking Computer for The Blind
Foto: Edi Yusuf/Republika
Talking Computer for The Blind

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Memaknai Hari Penglihatan Sedunia atau World Sight Day (WSD) 2025 yang diperingati setiap Kamis pekan kedua Oktober, Syamsi Dhuha Foundation (SDF), membuat serangkaian program yang sudah dimulai sejak Agustus lalu. Salah satu bentuk kegiatan yang digelar adalah, SDF memfasilitasi sahabat Difabel Netra (DN) untuk meningkatkan kemampuan melalui ‘Digital Marketing for The Blind’ dan ‘Talking Computer for The Blind’ yg instrukturnya juga sahabat DN, akhir pekan lalu.

SDF yang merupakan LSM nirlaba yang bergerak di bidang kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ini, menghadirkan empat sahabat DN dalam Inspirational Talk ‘Create Your Own Path to Success’. Empat sahabat DN tersebut, berbagi motivasi dan pengalaman mereka, serta mengajak masyarakat untuk peduli penglihatan, sayangi dan menjaga kesehatan mata melalui kampanye di media sosial selama Oktober ini.

Baca Juga

“SDF bekali DN dengan program dan keterampilan yg relevan dan bernilai di dunia kerja. Dengan akses ke teknologi dan pelatihan yg tepat, mereka bisa lebih mandiri, miliki peluang kerja yang lebih luas, dan berkontribusi aktif di masyarakat," ujar Founder SDF yang juga penyandang Low Vision dan Lupus, Dian Syarief, dalam keterangan resminya, Senin (13/10/2025).

Menurutnya, ‘Digital Marketing for The Blind’ tingkat dasar telah selesai dilakukan pada 4 September hingga 3 Oktober lalu, akan diteruskan ke tingkat lanjutan dan mahir. Sedangkan, pelatihan ‘Artificial Intelligence’ dijadwalkan di April 2026. "Untuk ‘Talking Computer for The Blind’ merupakan kelanjutan dari kelas dasar yg diselenggarakan sebelumnya,” katanya.

Dian mengatakan, keterbatasan penglihatan tak menghambat para narasumber meraih keberhasilan dengan caranya masing-masing. Salah satunya, Ernawan Salimsyah yang mengalami katarak kongenital yang disebabkan low vision sejak lahir, tapi dikondisikan oleh orang tuanya seperti anak dengan penglihatan 100 persen dan bersekolah di sekolah umum.

Hal ini pun, berpengaruh pada capaian yang diraihnya baik secara akademik maupun karir profesionalnya. Ernawan mengggunakan teleskop sebagai alat bantu di sebelah matanya yang masih dapat melihat. Di samping itu, Ernawan juga berupaya untuk menjadi pelari maraton dengan ikuti berbagai event di tanah air.

Begitu juga, dengan Taufik Faturohman yang mengalami penurunan penglihatan karena retinitis pigmentosa. Ia, tak pernah patah semangat. Setelah menyelesaikan S1 di ITB, terkait kondisinya Taufik pun merubah haluan untuk menekuni bidang bisnis, ekonomi dan keuangan hingga kini menjadi dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB.

Sama halnya dengan Ernawan dan Taufik Faturohman, menghadapi penurunan penglihatan karena glukoma dengan sisa 10-15 persen pun, tak menyurutkan langkah Ramadika yang telah menyelesaikan pendidikannya sebagai Sarjana Peternakan untuk menekuni bidang ekspor impor. Bahkan, ia menempuh berbagai pelatihan untuk memperoleh sertifikasi yang menunjang profesinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement