REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON — Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon menyoroti persoalan sampah di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Cirebon. Saat ini tidak ada kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Cirebon terkait penanganan sampah itu.
Sampah di Kota Cirebon setiap harinya disebut bisa mencapai sekitar 350 ton. Menurut Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati, dari jumlah itu, ada sumbangan sampah dari warga Kabupaten Cirebon. Terutama dari warga yang tinggal di kawasan perbatasan daerah.
“Jumlahnya bahkan mencapai sekitar seratus ton di enam TPS (tempat pembuangan sementara) yang ada di daerah perbatasan Kota dan Kabupaten Cirebon,” kata Eti, saat kegiatan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 di Ruang Adipura Kencana Balai Kota Cirebon, Rabu (24/2).
Eti pun menyayangkan saat ini tidak ada kerja sama antara Pemkot dan Pemkab Cirebon terkait pengangkutan sampah di wilayah perbatasan itu. Padahal, ia menilai, koordinasi dua daerah ini penting untuk menangani sampah di sana.
Menurut Eti, Pemkot Cirebon pun terus berupaya mengatasi persoalan sampah di kawasan lainnya. Misalnya di sejumlah ruas jalan utama. Terkait hal itu, pemkot sudah menutup sejumlah TPS, seperti TPS di ruas Jalan Cipto Mangunkusomo, TPS di ruas Jalan Kesambi, TPS di ruas Jalan Wahidin, dan TPS di kawasan Panjunan.
Sebagai penggantinya, pemkot menyediakan TPS mobil. Di mana disiapkan mobil yang berkeliling untuk mengangkut sampah dari lingkungan rumah warga.
Eti mengatakan, tahun ini pemkot berencana menutup lagi TPS yang ada di ruas jalan utama. Namun, kata dia, dibutuhkan solusi terlebih dulu sebagai penggantinya. “Kita inginnya (menutup) TPS yang ada di Tugu Selamat Datang,” kata dia.
Dalam upaya penanganan sampah, direncanakan pembangunan tempat pemrosesan akhir (TPA) di Argasunya. Eti menjelaskan, di sana rencananya dibangun TPA modern dengan teknologi yang dapat mengolah sampah menjadi briket. Briket ini dapat menjadi alternatif bahan bakar, dan ramah lingkungan.
Menurut Eti, perencanaan TPA itu terkendala lantaran kondisi pandemi Covid-19. Meski demikian, kata dia, upaya merealisasikannya terus dilakukan. “Feasibility study (studi kelayakan) sudah jadi,” ujar dia.
Selanjutnya, Eti mengatakan, akan diupayakan penyelesaian sejumlah persoalan lainnya, termasuk soal kepemilikan tanah. Setelah itu, baru kemudian dibuat detail engineering design (DED).