Ahad 17 Sep 2023 21:10 WIB

Konversi Angkot Jadi Mikrobus di Kota Bandung, Ini Rencana Pemkot

Konversi angkot itu masuk dalam RPJMD Kota Bandung.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Irfan Fitrat
(ILUSTRASI) Angkutan kota (angkot) di Kota Bandung.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
(ILUSTRASI) Angkutan kota (angkot) di Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat, menyiapkan konversi angkutan kota (angkot) menjadi mikrobus. Rencananya konversi tersebut mulai dilakukan pada 2024.

Konversi angkot itu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung sebagai bagian dari perbaikan dan pembangunan infrastruktur. Hal itu juga disebut menjadi bagian dalam upaya transformasi untuk menghadirkan sarana transportasi yang nyaman dan aman di Kota Bandung.

Baca Juga

Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, laju pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung rata-rata berada di atas sepuluh persen. Sedangkan pertumbuhan sarana prasarana penunjang perhubungan, seperti jalan, bergerak lambat. Untuk itu, kata dia, transformasi transportasi publik harus segera dilakukan.

“Persoalan besar kita di kota besar seperti ini adalah masalah kemacetan. Mudah-mudahan kita bisa mewujudkan transformasi transportasi,” kata Ema, saat kegiatan peringatan Hari Perhubungan Nasional Tingkat Kota Bandung di Plaza Balai Kota Bandung, Ahad (17/9/2023).

Ihwal konversi angkot menjadi mikrobus, Ema mengatakan, diusulkan pada 2024. Untuk itu, Pemkot Bandung bekerja sama dengan koperasi-koperasi angkot di Kota Bandung untuk menyelaraskan programnya. Menurut dia, direncanakan biaya operasional mikrobus akan disubsidi langsung oleh Pemkot Bandung.

“Jadi, nanti diganti dengan public transport yang jauh lebih representatif dari kenyamanan, keamanan, dan sopir sudah tidak ada lagi saling kejar-kejaran setoran karena dia sudah dibayar oleh operator,” kata Ema.

Dengan begitu, Ema mengatakan, sopir tidak perlu lagi menunggu penumpang sampai angkutan penuh. Sopir hanya perlu mematuhi headway atau waktu interval antara dua angkutan yang berurutan seperti yang ditetapkan.

“Kita sudah siap dengan subsidi itu. Mudah-mudahan nanti dengan dewan (DPRD) ini clear. Kita nanti menyubsidi para sopir angkot. Harapannya menjadi pegawai operator. Jadi, mereka tidak terancam kehilangan pekerjaan, bahkan ada kepastian dalam sisi pendapatan,” kata Ema.

Ema mengharapkan hadirnya fasilitas transportasi publik yang nyaman dan aman dapat menarik minat masyarakat untuk beralih dari transportasi pribadi. “Kalau public transport ini sudah benar, artinya kita juga akan berpindah dengan sendirinya. Tanpa ada perubahan public transport, perilaku dipastikan tidak mau berubah, kemacetan akan tetap hadir,” kata Ema.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement