REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tempat Pembuangan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, hingga saat ini masih terbakar. Menurut anggota DPRD Provinsi Jabar, Daddy Rohanady, TPPAS Sarimukti memiliki potensi menjadi penghasil pupuk, baik kompos maupun kimia cair.
"Namun, untuk sampai ke arah itu masih dibutuhkan peralatan dengan teknologi yang memadai," ujar Daddy, kepada wartawan, Kamis (21/9/2023).
Artinya, kata Daddy, dibutuhkan investasi yang cukup lumayan besar. Karena masalahnya, Sarimukti tak sesuai namanya sebagai tempat pembuangan sampah sementara.
"TPPAS Sarimukti merupakan tempat pembuangan sampah sementara. Harusnya tempat pembuangan dan pemprosesan akhir sampah regional yang disiapkan adalah TPPAS Regional Legok Nangka di daerah Nagreg tapi kan belum selesai," katanya.
Hingga kini, kata dia, volume sampah yang bisa ditangani TPPAS Sarimukti adalah sekitar 1.800 ton/hari. Padahal, total volume sampah di wilayah yang dilayaninya adalah 3.500 ton/hari. Jadi, sampah menjadi overload.
"Walaupun begitu, hingga beberapa waktu lalu, secara keseluruhan TPPAS Sarimukti masih dalam batas toleransi, baik parameter fisika, kimia organik, maupun kimia anorganik," ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan data Balai Pengujian Mutu Konstruksi dan Lingkungan Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat yang diterbitkan 12 Februari 2016, pada parameter fisika zat padat terlarut inlet 13.040 mg/L dan outlet 9.370 mg/L. Padahal, berdasarkan SNI.06.6989.27-2005, batas kadar maksimumnya ada pada kisaran 2.000-4.000 mg/L.
Pada parameter kimia anorganik, amonia nitrogen (NH3-N) inlet dalah 306 mg/L dan outlet 328 mg/L. Padahal, berdasarkan APHA Ed 21 2005, 4500NH3C kadar maksimumnya adalah 5-10 mg/L.
Pada parameter kimia organik, kadar BOD5 inlet 1.148 mg/L outlet 142 mg/L. Padahal, kadar maksimumnya berada pada kisaran 50-150 mg/L. Ada hal yang dianggap paling parah, yakni kadar COD/KOK. Hasil pengujian inlet 5.099 mg/L dan outlet 2.145 mg/L. Angka tersebut masih jauh di atas kadar maksimum toleransinya yang hanya 100-300 mg/L.
Pada hasil pengujian yang diterbitkan 7 September 2016 tinggal dua masalah yang masih harus diperhatikan secara serius. Kadar BOD inlet masih 319 mg/L dan outlet 95,2 mg/L, padahal kadar maksimum untuk zat organik ini 150 mg/L. Kadar COD/KOK inlet 5.090 mg/L dan outlet masih 2.016 mg/L, padahal kadar maksimumnya 300 mg/L.
"Dengan kondisi seperti ini, berarti masih ada sejumlah PR untuk Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) yang semula di bawah Dinas Permukiman dan Perumahan dan sekarang beralih ke Dinas Lingkungan Hidup," katanya.