Kamis 13 Jun 2024 16:20 WIB

Ombudsman Jabar Terima 150 Aduan Tentang PPDB

Evaluasi terhadap pengelolaan PPDB harus dilakukan

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Sejumlah orang tua siswa dan para calon siswa mendatangi sekaolah tujuan mereka untuk melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024
Foto: Edi Yusuf/Republika
Sejumlah orang tua siswa dan para calon siswa mendatangi sekaolah tujuan mereka untuk melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG----Ombudsman perwakilan Jawa Barat (Jabar) menerima 150 aduan dari masyarakat tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA/SMK dan SLB. Mayoritas keluhan yang disampaikan tentang gangguan dan pengaduan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) PPDB serta informasi yang diumumkan tidak lengkap.

"Ombudsman Jawa Barat mencatat lebih dari 150 keluhan masyarakat melalui berbagai saluran pengaduan dan media sosial," ujar Kepala Ombudsman perwakilan Jabar Dan Satriana melalui keterangan resmi yang diterima, Kamis (13/6/2024).

Baca Juga

Pada akhir pendaftaran tahap satu, ia melanjutkan muncul laporan mengenai dugaan pemakaian dokumen kependudukan yang tidak sesuai domisili calon peserta didik. Dan mengatakan evaluasi terhadap pengelolaan PPDB harus dilakukan karena gangguan teknis seharusnya dapat diantisipasi.

Selain itu, ia mengatakan masalah dugaan pemakaian dokumen kependudukan yang tidak sesuai domisili calon peserta didik terus berulang dan telah dilakukan antisipasi. Namun, pihaknya menemukan calon peserta didik atau keluarga hanya memperbaharui dokumen kartu keluarga tanpa benar berpindah domisili.

 

Tidak hanya itu, ditemukan dokumen kartu keluarga yang mencantumkan calon peserta didik tinggal dengan wali meski tidak berdomisili di alamat wali. Serta alamat yang tercantum dalam dokumen kartu keluarga bukan rumah tempat tinggal.

Dan menyayangkan Pemprov Jabar hingga saat ini belum membuat perangkat verifikasi, dan zonasi yang memadai. Sehingga mekanisme verifikasi dan validasi terhadap kesesuaian dokumen kependudukan dan alamat domisili calon peserta didik lebih karena inisiatif satuan pendidikan.

"Upaya verifikasi dan validasi oleh satuan pendidikan tidak cukup untuk mengidentifikasi dugaan pemakaian dokumen kependudukan yang tidak sesuai domisili calon peserta didik," katanya.

Ia melanjutkan verifikasi lebih banyak menyesuaikan dokumen dengan keberadaan alamat. Namun, tidak sampai mengklarifikasi domisili calon peserta didik di alamat tersebut paling singkat satu tahun.

Dan menambahkan kehati-hatian dari satuan pendidikan yang melakukan verifikasi tanpa dasar hukum dan petunjuk teknis yang jelas menimbulkan dugaan maladministrasi. Berupa penyimpangan prosedur semisal beberapa satuan pendidikan menambahkan persyaratan dokumen pendukung yang tidak diatur dalam perundang-undangan mengenai perundang-undangan peserta didik baru.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement