REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi pada momentum peringatan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jabar. Menurut Ono, sejumlah keputusan gubernur justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.
Ono menilai, langkah efisiensi anggaran yang dilakukan Pemprov Jabar dengan memangkas dana hibah bagi sekolah swasta, termasuk pesantren, telah berdampak serius. “Saat ini banyak sekolah swasta kondisinya hidup segan, mati pun tak mau. Bahkan ada sekolah swasta yang sampai menggugat krena merasa tertekan oleh salah satu kebijakan Gubernur ,” ujar Ono kepada wartawan, Selasa (19/8/2025) sore.
Ono juga menyoroti kebijakan penataan kota yang menggusur para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan alasan estetika. Meski pemerintah menjanjikan uang tunggu, realisasinya hanya bersumber dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) BUMD, dan itupun bersifat sementara. “Di Subang, warga yang digusur hanya mendapat uang tunggu sebulan atau dua bulan. Setelah itu mereka kehilangan mata pencaharian,” katanya.
Kebijakan penutupan tambang pun dinilai menimbulkan persoalan baru. Ono menyebut, ribuan pekerja tambang kini dirumahkan tanpa solusi jelas. “Penutupan tambang ini melahirkan kemiskinan baru dan pengangguran massal. Pemerintah seharusnya tidak hanya melarang, tetapi juga menyiapkan alternatif ekonomi bagi rakyat,” katanya.
Selain itu, Ono mengkritisi aturan study tour sekolah yang menurutnya minim sosialisasi. Padahal kegiatan tersebut bisa dilaksanakan di wilayah Jabar sendiri. “Karena ancaman dan teguran, banyak sekolah akhirnya takut menggelar study tour. Pemerintah harusnya memberi ruang dialog, bukan menakut-nakuti,” katanya.
Dari sisi regulasi, Ono menilai beberapa kebijakan gubernur tidak berpijak pada dasar hukum yang kuat. Misalnya, Peraturan Gubernur yang lahir hanya merujuk surat edaran Mendagri. “Padahal surat edaran tidak masuk dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Ini jelas perlu kajian hukum lebih mendalam,” kata Ono.
Ono juga menyinggung lemahnya serapan APBD Jabar. Hingga Agustus 2025, realisasi anggaran baru mencapai 52 persen. “Saya khawatir ada Silpa besar di akhir tahun. Anggaran seharusnya dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, bukan malah menumpuk,” katanya.
Menurut Ono, Pemerintah Jabar perlu melakukan analisis yang matang terhadap setiap kebijakan, agar tidak menimbulkan masalah baru. “Gubernur harus hadir dengan kebijakan yang menyejahterakan rakyat, bukan sebaliknya menciptakan pengangguran baru,” katanya.