Jumat 26 Jul 2024 19:06 WIB

Pkm Unisba Bantu MA Persis Ketapang Susun Modul untuk Cegah Konflik Antar Siswa

Sebelum melakukan intervensi, peneliti menganalisis mikro agresi pada siswa

Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Universitas Islam Bandung (UNISBA)
Foto: Dok Republika
Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Universitas Islam Bandung (UNISBA)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Mikro agresi dapat menciptakan permusuhan seseorang atau sekelompok anak, remaja bahkan dewasa yang dapat terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Namun, tidak jarang perilaku mikro agresi tidak disadari oleh pelakunya. Mikro agresi adalah penghinaan verbal, non-verbal, dan sikap tidak menyenangkan yang disengaja atau tidak disengaja yang mengkomunikasikan permusuhan, penghinaan, dan penurunan harga diri target (korban).

Hal ini dikarenakan status target yang terpinggirkan dalam masyarakat. Selain itu, para peneliti menyatakan bahwa berbagai bentuk mikro agresi sering muncul dalam pendidikan di Indonesia dan memiliki dampak yang berbeda-beda. Maka, masyarakat perlu mengetahui bentuk dan dampak yang dialami oleh target sehingga dapat membantu target dalam menghadapi mikro agresi.

Baca Juga

Untuk memastikan hal tersebut, Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Universitas Islam Bandung (UNISBA) melakukan penelitian tentang mikro agresi yang didanai oleh LPPM. Salah satu Tim PkM Unisba, Dr Dewi Rosiana, M Psi Psikolog mengatakan, pihaknya menggelar PkM di Madrasah Aliyah (MA) Persis Ketapang di Kabupaten Bandung. Karena, MA Persis Ketapang diketahui memiliki kendala terkait dengan mikro agresi pada siswa.

"Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak sekolah di ketahui bahwa seringkali terjadi konflik antar teman, konflik antar kelompok pertemanan di sekolah. Maka, tujuan dari PkM ini adalah untuk menyusun modul intervensi dan melakukan intervensi pencegahan mikroagresi," ujar Dewi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/7/2024).

Sebelum melakukan intervensi, kata dia, peneliti menganalisis mikro agresi pada siswa yang memunculkan 8 tema utama. Yaitu, bentuk perilaku, pelaku, faktor penyebab, tempat kejadian, frekuensi, respons pelaku, respons target, dan respons pengamat. Siswa laki-laki memiliki persepsi bahwa perilaku mikro agresi adalah hal yang lumrah dalam pergaulan bahkan dijadikan indikator kedekatan relasi pertemanan.

Sedangkan siswa perempuan, kata dia, memiliki persepsi bahwa mikro agresi sebagai sesuatu yang penting, sensitif dan menghina, tetapi hal ini bergantung pada siapa pelakunya. Berdasarkan data yang dimiliki, peneliti merancang intervensi mikro agresi pada remaja.

"Intervensi dilakukan dalam bentuk Modul Lokakarya “PEDULI” yang ditujukan bagi siswa dengan posisi sebagai pengamat (bystander)," katanya.

Selama ini, kata dia, seringkali pengamat memilih diam dan membiarkan pelaku melakukan mikroagresi karena mempertimbangkan risiko yang mungkin didapatnya. Namun, jika dibiarkan terjadi terus menerus, praktik mikroagresi ini akan terus bertahan.  "Maka, modul ini bertujuan untuk menyiapkan pengamat untuk memberikan respon yang efektif dalam menanggapi kejadian mikroagresi yang mereka saksikan di lingkungan sekitar," paparnya.

Pada 27 Juni 2024, kata dia, kegiatan lokakarya dilakukan pada 18 siswa MA Persis Ketapang. Kegiatan ini terdiri dari 5 sesi. Pada sesi 1, ditayangkan video singkat dan presentasi tentang mikro agresi. Kemudian, peserta diarahkan untuk berdiskusi dan mengisi Lembar Kerja mengenai pemahaman mikro agresinya. Pada sesi 2, dijelaskan cara merespon mikro agresi dengan efektif, lalu diberikan lembar Blind Case dan Lembar Kerja untuk menganalisis kasus.

Pada sesi 3, kata dia, dijelaskan cara mengedukasi pelaku mikro agresi melalui bermain peran dan diskusi. Pada sesi 4, diedukasi mengenai cara mencari dukungan luar dan bantuan resmi melalui presentasi serta diskusi. Kemudian, pada sesi 5 peserta diminta mengerjakan Lembar Kerja terakhir yang berisi komitmen aksi yang akan peserta lakukan dimasa depan terkait kerjadian mikro agresi. Setiap sesi merupakan satu kesatuan yang harus dilaksanakan secara runut dan tidak terburu-buru agar dapat dipahami dan diterapkan oleh para peserta.

Sementara menurut Dr Yunita Sari, MPsi Psikolog, permasalahan mikroagesi pada remaja dapat dicegah dan dikurangi melalui intervensi terhadap pengamat. Melalui intervensi lokakarya PEDULI, remaja yang menjadi pengamat mikroagresi didorong agar dapat merespon kejadian tersebut secara efektif. Dengan demikian, mereka dapat membantu korban menghadapi pengalaman buruknya dan menyadarkan pelaku tentang dampak perilakunya.

"Pengamat diharapkan dapat memilih respon dengan risiko seminimal mungkin. Sehingga, respon yang dipilih saat lokakarya dapat benar benar diterapkan dalam kehidupan nyata," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement