Selasa 29 Apr 2025 20:55 WIB

Hadapi Kebijakan Trump Jabar Tetap Optimistis, Telah Siapkan Sejumlah Strategi

Diversifikasi negara tujuan ekspor menjadi peluang yang sangat memungkinkan

Coffeenomic Discussion bertajuk Menakar Ekspor Jabar, Daya Tahan Sektor Andalan & Masa Depan Sektor Anyar di Tengah Perang Tarif Global di The Luxton, Kota Bandung, Selasa (29/4/2025).
Foto: Dok Republika
Coffeenomic Discussion bertajuk Menakar Ekspor Jabar, Daya Tahan Sektor Andalan & Masa Depan Sektor Anyar di Tengah Perang Tarif Global di The Luxton, Kota Bandung, Selasa (29/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kebijakan kenaikan tarif timbal balik atau resiprokal sebesar 32 persen, yang dilakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dikhawatirkan bisa mempengaruhi perekonomian. Namun, Provinsi Jawa Barat (Jabar) tidak gentar menghadapi kebijakan ini.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Barat Nining Yuliastiani, pihaknya sudah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi kebijakan Trump. Kuncinya, adalah dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor dan inovasi produk, menyesuaikan kebutuhan calon negara tujuan ekspor.

Nining menjelaskan, dari sejumlah langkah proaktif yang dilakukan Pemprov Jabar dan pelaku usaha dalam pemetaan terkait potensi dampak kebijakan resiprokal, didapati bahwa sudah ada skema yang harus dilakukan.

"Disitu kami melakukan upaya tertentu. Kemudian kami berusaha melakukan identifikasi produk, identifikasi negara tujuan yang selama ini sudah terjadi di Jawa Barat," ujar Nining dalam Coffeenomic Discussion bertajuk Menakar Ekspor Jabar, Daya Tahan Sektor Andalan & Masa Depan Sektor Anyar di Tengah Perang Tarif Global di The Luxton, Kota Bandung, Selasa (29/4/2025).

Hasilnya, kata dia, diversifikasi negara tujuan ekspor menjadi peluang yang sangat memungkinkan dilakukan oleh industri asal Jabar. "Bagaimana mereka bisa beradaptasi terhadap perkembangan terbaru ini, untuk nanti diversifikasi negara tujuan ekspor atau mengisi peluang pasar domestik dan antar pulau, karena peluangnya besar untuk produk Jawa Barat," katanya.

Produk Jabar, kata dia, terutama kebutuhan sehari-hari, kemudian yang berdampak langsung karena posisinya kebanyakan produksi padat karya masih memiliki peluang merambah market anyar. "Dalam posisi tersebut, kami tetap optimistis apabila kemudian kita tetap melakukan inovasi. Menguatkan daya saing. Kami Pemprov Jabar tentunya akan terus berupaya dengan pelaku usaha, bagaimana meningkatkan daya saing UMKM," kata dia.

Menurutnya, Pemprov Jabar juga akan melakukan fasilitasi dengan pendampingan, meningkatkan sertifikasi produk supaya diterima global, juga bagaimana pelaku usaha bisa mengakses pembiayaan lebih mudah. Nanti akan lakukan komunikasi intens dan tidak kalah penting, melakukan promosi bersama-sama sesuai kebutuhan yang ada. "Pada prinsipnya kami tetap optimis, dengan kondisi kayak gini kita malah bisa lebih berinovasi untuk mencari peluang baru. Apalagi Jawa Barat ini punya potensi yang sangat besar. Belum tereksplor dengan baik karena hilirisasi kita belum optimal," katanya.

Sementara menurut Kepala Deputi Bank Indonesia Perwakilan Jabar, Muslimin Anwar, meski pertumbuhan ekonomi makro meleset dari prakiraan. Namun menurutnya masih cukup kuat.

"Demikian juga di Jawa Barat, kami juga merasa bahwa tetap kuat. Namun tidak sekuat sebelumnya. Kami masih yakin ada di 4,5-5,3 persen. Kami sudah melakukan beberapa analisis, baik dampak ekstrem. Apabila elastisitasnya mencapai atau seluruh 32 persen resiprokal itu diterapkan maupun di moderat apabila efektifnya 22 persen," kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya juga mengusulkan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor selain Amerika Serikat. Namun tentu, harus selektif kepada negara yang sudah mempunyai hubungan, misalnya perbankan. "Seperti di Eropa, Australia, Tiongkok, India tentunya Asean," katanya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat Darwis Sitorus menjelaskan, sejauh ini belum ada riak berarti dampak resiprokal di Jabar. Namun, pemerintah dan stakeholders terkait kata dia, tetap harus melakukan mitigasi guna menjaga stabilitas ekonomi.

"Kita tinggal melihat bagaimana? Kita merekam. Untuk membuktikan program ini sudah dilakukan apa enggak. Tentunya terekam dari hasil kinerja indikator makro seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi. Tapi dari hasil evaluasi, belum ya. Masih belum kelihatan riak yang signifikan. Jadi dari sisi kinerja ekonomi, saya kira masih aman," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement