Jumat 31 Oct 2025 17:35 WIB

Kang DS Gagas Kerja Sama Nasional Tangani Limbah Dapur MBG Antara AKKOPSI, APKASI, dan HAKLI

Beberapa kasus keracunan pangan terjadi karena penyedia makanan belum memiliki SLHS.

Bupati Bandung Dadang Supriatna memprakarsai kerja sama AKKOPSI, APKASI, dan HAKLI dalam upaya mendukung pelaksanaan MBG.
Foto: Pemkab Bandung
Bupati Bandung Dadang Supriatna memprakarsai kerja sama AKKOPSI, APKASI, dan HAKLI dalam upaya mendukung pelaksanaan MBG.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam upaya mendukung pelaksanaan program Sentra Pemberdayaan Pangan dan Gizi (SPPG) serta Dapur Umum Makan Bergizi Gratis (MBG), Bupati Bandung Dadang Supriatna yang juga Ketua Umum Asosiasi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi Seluruh Indonesia (AKKOPSI), memprakarsai penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara AKKOPSI, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), Jumat (31/10/2025).

Bupati Dadang Supriatna menjelaskan, kerja sama ini bertujuan memperkuat sinergi antarlembaga dalam penanganan limbah dapur MBG di seluruh Indonesia.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

“Salah satu penyebab keracunan makanan dari program MBG adalah pengelolaan limbah bekas masak yang tidak dilakukan dengan benar,” ungkapnya.

Menurut Dadang, sanitasi dan program MBG merupakan dua hal yang sangat berkaitan. Sanitasi yang baik menjadi kunci utama mencegah berbagai masalah kesehatan, terutama keracunan pangan selama pelaksanaan program MBG.

Menurut dia, beberapa kasus keracunan pangan pada pelaksanaan MBG terjadi karena penyedia makanan belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

‘’Karena itu, pemerintah mendorong percepatan sertifikasi bagi seluruh dapur MBG, serta meningkatkan pengawasan terhadap kebersihan lingkungan, air, dan proses pengolahan makanan. Inilah yang menjadi dasar pentingnya MoU antara AKKOPSI, APKASI, dan HAKLI,” jelasnya.

Lebih lanjut, bupati yang akrab disapa Kang DS ini menegaskan, program MBG merupakan salah satu program strategis nasional untuk memastikan kecukupan gizi bagi anak sekolah dan kelompok rentan lainnya.

Namun, tanpa penerapan prinsip higiene dan sanitasi yang memadai, risiko keracunan tetap tinggi. Kasus-kasus seperti kebersihan lingkungan yang buruk, sanitasi air yang tidak memenuhi syarat, dan proses pengolahan makanan yang tidak sesuai standar sering menjadi penyebab utama kejadian keracunan.

‘’Dampaknya bisa besar, bahkan sampai menutup sementara dapur-dapur yang bermasalah. Kami tidak ingin hal itu terjadi, terutama di Kabupaten Bandung,” katanya menegaskan.

Saat ini, lanjut Kang DS, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat edaran tentang percepatan penerbitan SLHS bagi seluruh dapur MBG-SPPG di Indonesia.

“Surat edaran ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan seluruh dapur MBG memenuhi standar kebersihan, sumber daya manusia, dan proses pengolahan makanan. Dengan cara ini, setiap tahap penyediaan makanan, mulai dari pemilihan bahan baku hingga penyajian akan lebih terkontrol dan aman,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement