REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak 21 tokoh sunda menggelar silaturahim dan diskusi untuk menyikapi dinamika kebangsaan dan kesundaan pada Sabtu (5/2) di Aula Paguyuban Pasundan. Beberapa isu yang dikupas yakni terkait kesundaan, deklarasi Negara Islam Indoenesia (NII) di Garut dan Maklumat Sunda yang meminta pemerintah pusat agar DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten dijadikan daerah khusus Sunda.
Turut hadir dalam kegiatan ini, Prof Didi Turmudzi, Dr H Mochamad Ridwan Kamil, Prof Sudjana Syafei, Dr (HC) Tete Hidayat Padmadinata, Mayen (Purn) DrH Tubagus Hasanudin, Dr H Ahmad Heryawan Lc MSi, Dr. H Uu Rukmana MSi, Pimpinan NU Jawa Barat, Pimpinan Muhamadiyah Jawa Barat, Pimpinan PERSIS Jawa Barat, Pimpinan AMS Pusat Pimpinan KADAMAS.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan, Provinsi Jawa Barat harus terus dijaga kondusivitasnya dari dinamika yang mengancam. Seperti, disintegrasi dan narasi makar terhadap kesepakatan yang sudah ada. Selain itu, harus bersinergi untuk menjujung tinggi 4 pilar yaitu Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
"Adanya ungkapan untuk menggabungkan tiga wilayah menjadi provinsi Sunda ini, dari pimpinan dan inohong Jawa Barat tidak menyetujuinya, yang dibutuhkan adalah pemekaran Kota dan Kabupaten di Jawa Barat yang jumlahnya terlalu sedikit, sehingga terjadi ketidakadilan viskal bagi hasil dari pusat ke daerah," papar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Emil pun mengecam kelompok Islam yang mengancam dan mendukung BNPT dan kepolisian untuk memberangus dan menindak oknum yang merusak nama baik Islam di tanah sunda dan Jawa Barat. Saat ini, kata dia, semangat kebersamaan tokoh sunda menguat usai kejadian anggota DPR. Sehingga, terlihat mood tokoh sunda bersatu menyamakan suara.
Oleh karena itu, ke depan akan dibentuk organisasi atau forum komunikasi agar jika ada hal yang menyentuh kesundaan, maka cukup dari satu pintu. "Jadi tidak ada pecahan elemen dan keputusan sendiri, sehingga masyarakat dapat menahan diri dan bisa tabayun ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat," katanya.
Sementara menurut Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan Prof Didi Turmudzi, kegiatan ini dilatarbelakangi oleh fenomena kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan yang belakangan ini yang cukup menimbulkan keprihatinan dan kekhawatiran terhadap fondasi kebangsaan dan keutuhan NKRI. Para Founding Father RI, kata dia, sejak awal proklamasi menyadari keragaman dan besarnya potensi perpecahan bangsa ini yang berlandas pada keberagaman etnis, agama, golongan dan kepentingan.
Oleh karena itu, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disadari perlunya nilai-nilai yang dapat mempersatukan keutuhan bangsa melalui sebuah Ground Norm yang namanya Pancasila dengan moto Bhineka Tunggal Ika. "Tetapi belakangan nilai-nilai dasar kehidupan bangsa tersebut terus tercabik-cabik dan tercerai berai dengan beragam alasan, kepentingan dan egoisme kelompok sehingga memperkuat kembali muncul etnosentrisme, fundamentalisme agama, yang menohok keutuhan bangsa ini," paparnya.
Menyikapi fenomena tersebut, kata dia, berlandaskan kesadaran untuk lebih memperkokoh kebersamaan, persatuan, toleransi, dan keutuhan bangsa, maka tokoh sunda mendiskusikan beberapa hal.