Selasa 09 Aug 2022 13:45 WIB

Temui Honorer Fasyankes Jabar, Ridwan Kamil akan Bentuk Tim Khusus

Tim melibatkan forum untuk menyusun bersama-sama mencari solusi-solusi yang terbaik.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
Peserta aksi yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) Jawa Barat berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat. Dalam aksinya, tenaga kesehatan honorer tersebut menuntut untuk non-ASN nakes dan non-nakes yang bekerja di fasyankes pemerintah baik di puskesmas maupun rumah sakit untuk segera diakomodir dan diangkat sebagai ASN maupun PPPK menyesuaikan PP nomor 49 tahun 2018.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Peserta aksi yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) Jawa Barat berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat. Dalam aksinya, tenaga kesehatan honorer tersebut menuntut untuk non-ASN nakes dan non-nakes yang bekerja di fasyankes pemerintah baik di puskesmas maupun rumah sakit untuk segera diakomodir dan diangkat sebagai ASN maupun PPPK menyesuaikan PP nomor 49 tahun 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ribuan tenaga honorer Fasilitas Pelayan Kesehatan (Fasyankes) Jabar yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Provinsi Jabar, menemui Gubernur Jabar, Ridwan Kamil di Gedung Sate, Selasa (9/8).

Menurut Wakil Ketua Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Provinsi Jabar, Saeful Anwar, pihaknya cukup senang terkait hasil pertemuan tersebut. Karena, gubernur membentuk tim khusus.

"Ya mudah-mudahan ke depannya penguatan terhadap badan layanan umum daerah (BLUD). Mungkin mudah-mudahan ada solusi lain, ini tentu saja tidak bisa dibicarakan dalam satu momen karena ini melibatkan banyak pihak. Kami apresiasi gubernur sudah membentuk tim," paparnya.

Bahkan, kata dia, tim tersebut melibatkan forum untuk menyusun bersama-sama mencari solusi-solusi yang terbaik.

"Total nakes secara resminya masih kita hitung, kemarin 63 sampai 65 ribua ya se-Jabar nakes dan non nakes. Karena kami tidak bisa memisahkan itu di dalam satu tim pelayanan, jadi satu tim di sana ada nakes dan non nakes jangan lupa. Itu yang real kita miliki," paparnya.

Saeful mengatakan, pihaknya bersyukur bisa diterima langsung oleh Gubernur Ridwan Kamil. Jadi, ia tidak berharap diberikan jawaban secara langsung. 

"Karena memang tuntutan kami pun tidak ingin satu tuntutan dijawab dalam satu kalimat. Karena kami ingin apa yang kami sampaikan apa yang dituntut ini betul-betul direalisasikan oleh Pa gubernur secara bertahap akan didiskusikan dengan pihak-pihak terkait agar nantinya harapan kami dapat diwujudkan dengan baik," katanya.

Saful menjelaskan, tuntutan pihaknya semua sudah tahu terkait adanya PP 49 2018. Karena, di seluruh Fasyankes wilayah Jawa Barat milik pemerintah baik itu provinsi maupun kota/kabupaten, merasa terancam dengan adanya PP 49 2018 ini.

"Di pasal 99 ayat 1 sudah jelas dikatakan bahwa Aturan ini akan berdampak setelah 5 tahun untuk kami yang berada di BLUD," katanya.

Menurutnya, rata-rata Puskesmas dan Rumah Sakit milik pemerintah di seluruh Jawa Barat ini baik milik pemerintah kota atau kabupaten rata-rata sudah berstatus BLUD dan pola pengelolaan keuangan BLUD.

Namun, kata dia, dengan adanya PP ini dinyatakan tidak boleh ada lagi Non ASN di dalam institusi tersebut. Tapi, kenyataannya pemerintah daerah tidak bisa mengakomodir karena keterbatasan biaya.

Karena, kata dia, pusat melimpahkan semuanya pada daerah. Padahal, rata-rata di Jawa Barat ini 70 sampai 75 persen tenaga kesehatan yang bekerja di Fasyankes milik pemerintah adalah  honorer.  

"Jadi mungkin kami berharap kepada pemerintah pusat pun untuk menjadi pemikiran kalau betul-betul PP ini akan berlaku sementara belum ada solusi di tingkat daerah," katanya.

Karena, pihaknya tentu saja paham di tiap-tiap daerah ini kemampuan anggarannya berbeda-beda. Rata-rata tiap Kabupaten sudah di angka di atas 35 persen. Hal itu tidak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Menkeu di mana batas maksimalnya adalah 30 perden untuk belanja pegawai, tetapi kenyataannya saat ini ada yang sampai 44 persen. 

"Dan saya pikir sampaikan di sini mudah-mudahan pemerintah pusat baik itu PLT Menpan RB ataupun bahkan presiden sendiri mengevaluasi kembali adanya PP tersebut," katanya.

Tapi, kata dia, kalau memang PP tersebut hadir bisa mengakomodir menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dengan anggaran dari pusat.

"Itu yang kami tunggu. Kami pun ingin memperbaiki nasib tidak hanya sekedar non ASN atau sekadar honorer. Tapi, tolong pemerintah pusat pikirkan juga kemampuan daerah di dalam penggajian, di dalam penganggarannya," katanya.

Menurutnya, guru honorer beberapa tahun yang lalu diangkat menjadi ASN. Bahkan sebagian ada yang tertunda karena masalah penggajian karena dibebankan kepada daerah. Saeful, tidak ingin hal itu terjadi kepada Nakes dan Non Nakes.

"Saya meminta kepada Pak gubernur barusan untuk mencarikan solusi bagaimana kami tetap bekerja tetap mengabdi di Fasyankes masing-masing dengan pengupahan yang layak," katanya.

Karena, kata dia, saat ini nakes dan non nakes yang bekerja di Fasyankes non pemerintah tidak mendapat pengupahan yang layak atau di bawah UMR daerah masing-masing 

"Jadi kami yang katanya pelayan masyarakat kami yang katanya garda terdepan di dalam penanganan Covid, tetapi dari segi kesejahteraan pengupahan kami jauh dari kata layak, apalagi dengan adanya PP ini kami akan dibelenggu. Hak Kami akan dihilangkan," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement