REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kota Bandung masih menempati urutan pertama dan tertinggi dalam kasus demam berdarah dengue (DBD) se Jawa Barat. Kondisi tersebut tidak terlepas dari situasi di Kota Bandung yang merupakan wilayah endemis DBD.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Sony Adam mengatakan, Kota Bandung merupakan wilayah endemis DBD dengan kondisi tiap kelurahan terdapat kasus selama tiga tahun berturut-turut. Namun begitu di tahun 2025 kasus DBD relatif menurun dibandingkan pada tahun 2024.
"Sampai Agustus tercatat 2.100 kasus DBD sementara tahun lalu di akhir tahun 2024 sebanyak 7.000 kasus," ujar Sony saat talk show di acara HUT Rumah Sakit Borromeus ke 104 di Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Ahad (24/8/2025).
Ia menyebut berbagai upaya pencegahan dilakukan untuk menekan angka kasus DBD seperti memberantas sarang nyamuk, fogging serta imunisasi atau vaksinasi. Pihaknya juga mengembangkan teknologi yaitu bakteri Wolbachia. "Bagaimana kita mengintervensi lingkungan agar sehat," katanya.
Sementara itu, dokter spesialis anak dr Tony Ijong Dachlan mengatakan, tanda-tanda berbahaya saat anak mengalami DBD yang harus diperhatikan orangtua yaitu demam di angka 38 hingga 39 derajat celcius yang bertahan hingga tiga hari kemudian mendadak turun. Selanjutnya, kondisi anak akan lebih parah.
Ia menyebut gejala berikutnya yang dialami yaitu sakit badan, sakit kepala hebat dan terdapat pendarahan gusi atau buang air besar berdarah. Oleh karena itu, anak harus segera diperiksa ke dokter sedini mungkin.
"2023 sampai 2024 kasus demam berdarah di Kota Bandung di Jabar tinggi, 2025 tampaknya agak turun," kata dia.
Direktur Medis RS Borromeus, dr Marvin Marvino mengatakan angka kasus DBD pada 2024 yang tinggi sempat menyebabkan beberapa rumah sakit kelebihan kapasitas. Namun, situasi membaik dengan adanya dukungan Dinkes, termasuk lewat program vaksinasi dan pengenalan bakteri wolbachia ke dalam nyamuk.
Menurutnya, masyarakat dapat divaksin DBD 2 kali untuk tentang usia 4 tahun hingga 60 tahun. Pemberian vaksin DBD dilakukan bulan pertama divaksin dan bulan ketiga.
"Vaksinasi ini sangat diperlukan, karena Bandung menjadi wilayah dengan tingkat kejadian tertinggi di Jabar dan DBD kasus endemi," kata dia.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, mengaku senang dapat berkontribusi dalam menekan angka kasus DBD di Indonesia. Dengan begitu, ia berharap ada lebih banyak masyarakat di Indonesia yang selamat dari ancaman penyakit tersebut.
“Semua orang di Indonesia beresiko terjangkit DBD, terlepas di mana mereka tinggal, usianya, atau gaya hidupnya. Bahkan, anak sekolah dan orang dewasa yang bekerja paling rentan terjangkit dan DBD ini salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak,” katanya.