REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono menilai kebijakan Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang mewajibkan penerima bantuan sosial untuk melakukan vasektomi melampaui kewenangannya sebagai gubernur. Menurutnya, bantuan sosial dan penyalurannya merupakan kewenangan pusat.
"Menurut saya kebijakan KDM ini melampaui kewenangannya sebagai gubernur bila ia ingin menentukan syarat-syarat Bansos. Karena selama bansos itu kewenangan pemerintah dibawah Kementrian Sosial. Kecuali, bansos itu dikeluarkan oleh Pemprov Jabar," ujar Ono kepada awak media, Ahad (4/5/2025).
Ono mengatakan, vasektomi merupakan metode KB untuk pria yang sampai kini masih masuk diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Gubernur tidak bisa memaksakan regulasi apapun apabila bertentangan dengan Undang-Undang. Karena pada saat peserta KB pun dipaksakan, maka akan melanggar hak asasi manusia yang pelakunya akan dijerat oleh pasal-pasal yang khusus yang berkaitan dengan hak asasi manusia," ujar Ono yang menjabat Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini
Ono menilai, KDM hanya melempar wacana dan melakukan gimik semata agar viral di media sosial. "Saya lihat ini hanya gimik saja agar viral di media sosial," katanya.
Ono menegaskan bahwa KDM tak akan berani untuk benar-benar merealisasikan kebijakannya terkait menjadikan vasektomi sebagai salah satu syarat mendapatkan bansos. Hal ini berkaca pada sejumlah 'gebrakan' KDM yang hingga kini belum ada tindak lanjutnya.
"Misalnya tentang siswa nakal yang harus masuk barak militer, ini kan belum menjadi kebijakan yang menyeluruh, baru dilakukan di Purwakarta. Lalu, terkait pembongkaran bangunan di kawasan Puncak Bogor, dari 12 bangunan hanya 1 yang dibongkar, 11 lainnya cuma disegel. Nah, bangunan bermasalah kan bukan hanya ada di Puncak, ada di Lembang, Garut, Kabupaten Bandung, Subang, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Jadi menurut saya yang dikejar hanya viralnya saja," papar Ono.
Ono mengatakan, polemik terkait vasektomi ini tidak perlu dibahas panjang karena hanya untuk viralitas media sosial saja. Karena, kata Ono, hal ini bertabrakan dengan perundang-undangan dan juga fatwa MUI.
"Kalaupun kebijakan ini benar-benar direalisasikan, konteksnya pun hanya untuk bansos dari Pemprov Jabar bukan dari pusat. Tapi tetap saja akan bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi dibandingkan misalnya dengan Pergub. Saya yakin KDM tak akan berani merealisasikan kebijakan ini," katanya.
Ono mengungkapkan bila memang ingin menuntaskan masalah kemisikinan di Jawa Barat, ia menyarankan KDM untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya karena hampir 2 juta orang warga Jabar menganggur serta meningkatkan lama sekolah dari 8 menjadi 12 tahun.
"Banyak hal bisa dilakukan, bukan malah membatasi penerima bansos. Karena masih banyak masyarakat yang berkeyakinan bahwa anak itu adalah anugerah Allah SWT. Jadi bila bansos dikaitkan dengan KB malah tidak merata dan menambah kemiskinan," katanya.